Kumpulan bermacam-macam makalah,tugas, serta serba-serbi dunia perkuliahan

Kamis, 05 Mei 2016

HAKIKAT BAHASA dalam LINGUISTIK



BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang
Objek kajian linguistik tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia; bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan ordinary language atau  natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.


















BAB II
PEMBAHASAN


A.    HAKIKAT BAHASA
Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa antara lain :
1.      BAHASA SEBAGAI SISTEM
Kata sistem sudah biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan makna ‘cara’ atau ‘aturan’, seperti dalam kalimat “kalau tahu sistemnya tentu mudah mengerjakannya ”. Tetapi dalam kaitan keilmuan, sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan yang lainnya berhubungan secara fungsional.[1] Untuk mendapat pengertian yang lebih baik, kita ambil contoh yang konkret, yaitu sebuah sepeda atau kereta angin. Sebuah sepeda disebut sebagai sepeda yang berfungsi adalah kalau unsur-unsurnya atau komponen-komponennya (seperti roda, sadel, kemudi, rantai, rem, lampu, dan sebagainya) tersusun sesuai pola atau pada tempatnya. Kalau komponen-komponennya tidak terletak pada tempat yang seharusnya, meskipun secara keseluruhan tampaknya utuh, maka sepeda itu tidak dapat berfungsi sebagai sebuah sepeda, karena susunannya itu tidak membentuk sebuah sistem. Barang tersebut barangkali lebih tepat disebut sebagai tumpukan suku cadang sepeda.
            Sistem bahasa pun begitu juga. Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan. Kalau kita perhatikan dua deretan kata-kata berikut
1)      Kucing itu melompat ke meja
2)      Kucing melompat itu meja ke [2]
Kita secara intuisi, sebagai penutur bahasa Indonesia, akan tahu bahwa deretan nomor 1 adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia karena tersusun dengan benar menurut pola aturan kaidah bahasa Indonesia. Sebaliknya, deretan nomor 2 bukan kalimat bahasa Indonesia karena tidak tersusun dengan benar menurut pola aturan atau sistem bahasa Indonesia.
2.      BAHASA SEBAGAI LAMBANG
Kata lambang sudah sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Umpamanya dalam membicarakan bendera kita Sang Merah Putih sering dikatakan warna merah adalah lambang keberanian dan warna putih adalah lambang kesucian.
            Dalam kehidupannya, manusia memang selalu menggunakan lambang atau symbol. OLeh karena itulah, Earn Casirer, seorang sarjana filosof mengatakan bahwa manusia mahluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari symbol. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuan-satuan bahasa, misalnya kata, adalah symbol atau lambang. Kalau ide atau konsep untuk menyatakan adanya kematian dilambangkan bendera kuning (jadi, dalam bentuk benda), maka, lambang-lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa, seperti kata atau gabungan kata. Mengapa kata, sebagai satuan bahasa itu , disebut lambang, dan bukannya tanda? Karena lambang bersifat arbitrer. Lambang bahasa yang berwujud bunyi (kuda) dengan rujukannya yaitu binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, tidak ada hubungannya sama sekali, tidak ada ciri alamiahnya sedikitpun. Mengapa lambang kematian bukannya berwarna merah, kuning, atau merah jambu? Alasannya adalah karena lambang bersifat arbitrer.
3.      BAHASA ADALAH BUNYI
Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.[3] Secara teknis, menurut Kridalaksana bunyi adalah kesan pada pusat syaraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi ini bisa bersumber dari gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang atau manusia.[4] Lalu, yang dimaksud dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi, bunyi yang bukan dihasilkan dari alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa. Bunyi teriak, bersin, batuk, dan bunyi orokan bukan termasuk bunyi bahasa, meskipun dihasilkan dari alat ucap manusia karena semuanya itu tidak termasuk ke dalam system bunyi bahasa.
4.      BAHASA ITU BERMAKNA
Dalam studi semantik ada teori makna yang mengatakan bahwa  makna itu sama dengan bendanya, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa makna itu adalah konsepnya, sebab tidak semua lambang bahasa yang berwujud bunyi itu mempunyai hubungan dengan benda-benda konkret di alam nyata. Lambang-lambang bunyi (kuda) dan (rumah), punya benda konkret di alam nyata; tetapi lambang bunyi (agama) dan (adil) tidak punya benda konkret di alam nyata ini. Lebih umum dikatakan lambang bunyi tersebut tidak punya referen, tidak punya rujukan.
Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa. Contoh : (urglotus), (dutrj). Jadi, sekali lagi bentuk-bentuk bunyi yang tidak bermakna dalam bahasa apapun, bukanlah bahasa, sebab fungsi bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran.
5.      BAHASA ITU ARBITRER
Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, mana suka. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya, antara (kuda) dengan yang dilambangkannya, yaitu “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang tersebut dilambangkan dengan bunyi (kuda), mengapa, misalnya, bukan (aduk) atau (akud) atau lambang lainnya. Hal ini tak bisa dijelaskan karena bahasa bersifat arbitrer.

6.      BAHASA ITU KONVENSIONAL
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Kalau, misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi (kuda), anggota masyarakat bahasa Indonesia, semuanya, harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya, dan menggantikannya dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat antara si pembicara dengan yang diajak bicara.[5]
7.      BAHASA ITU PRODUKTIF
Kata produktif  adalah bentuk ajektif dari produksi. Arti produktif  adalah ‘banyak hasilnya’ atau lebih tepat ‘terus-menerus menghasilkan’. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Umpamanya, kalau kita ambil fonem-fonem bahasa Indonesia /a/, /i/, /k/, dan /t/; maka dari keempat fonem itu dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa
a)      /i/, /k/, /a/, /t/
/k/, /i/, /a/, /t/
/k/, /a/, /i/, /t/
/k/, /a/, /t/, /i/
Yang secara aktual kini kita dapat ada dalam kosakata bahasa Indonesia. Juga bentuk-bentuk yang mungkin bisa dibuat seperti:
b)      /t/, /i/, /k/, /a/
/t/, /a/, /k/, /i/
/a/, /t/, /i/, /k/
/i/, /t/, /a/, /k/ [6]
                  Sedangkan bentuk-bentuk seperti:
c)      /k/, /t/, /i/, /a/
/k/, /t/, /a/, /i/
/t/, /k/, /a/, /i/
/t/, /k/, /i/, /a/
Tidak mungkin, sebab dalam sistem fonologi bahasa Indonesia tidak ada urutan konsonan /k/, /t/ dan urutan /t/, /k/.[7]
8.      BAHASA ITU UNIK
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Lalu, kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya, setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya.
9.      BAHASA ITU UNIVERSAL
Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa itu juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini.[8] Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan cirri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri vokal dan konsonan. Tetapi, berapa banyak vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan.
10.  BAHASA ITU DINAMIS
Bahasa adalah satu satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai mahluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Malah dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa.
Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah, bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat bahasa yang bersangkutan. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang, meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasanya, lalu menggunakan bahasa lain.
11.  BAHASA ITU BERVARIASI
Setiap bahasa digunakan sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Siapakah yang menjadi atau termasuk dalam bahasa. Siapakah yang menjadi atau termasuk dalam satu masyarakat bahasa? Yang termasuk dalam masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Yang termasuk anggota masyarakat bahasa Madura adalah mereka yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Madura. Dengan demikian, banyak orang Indonesia yang menjadi lebih dari satu anggota masyarakat bahasa, karena di samping dia sebagai orang Indonesia, dia juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya.
Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai khas bahasanya masing-masing. Kalau kita banyak membaca karangan orang yang banyak menulis, misalnya, Hamka, Sutan Takdir Alisyahbana, maka kita akan dapat mengenali ciri khas atau idiolek pengarang-pengarang itu. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.[9]
 Dialek yang berdasarkan tempat itu lazim disebut dialek areal/regional/geografi, sedangkan dialek yang berdasarkan pada kurun waktu tertentu disebut dialek temporal/kronolek. Sedangkan dialek yang berdasarkan pada sekelompok anggota masyarakat status sosial tertentu dialek sosial atau sosiolek.
Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam yang tidak baku.
12.  BAHASA ITU MANUSIAWI
Sebetulnya yang membuat alat komunikasi manusia, yaitu bahasa, produktif dan dinamis, dalam arti dapat di pakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat komunikasi binatang, yang hanya itu-itu saja dan statis, tidak dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru.
B.     FAKTOR LUAR BAHASA
Yang dimaksud dengan faktor luar bahasa adalah segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tidak menggunakan bahasa
1.      Masyarakat Bahasa
Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai, sekelompok orang (dalam jumlah yang banyaknya relatif), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Sedangkan masyarakat bahasa memiliki pengertian sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama.
2.      Variasi dan status social Bahasa.
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatn untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa Tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain variasi bahasa rendah (biasa disingkat variasi bahasa R). Variasi T  biasa digunakan dalam situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, khotbah, dan buku pelajaran. Sedangkan variasi bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak resmi. Keadaan ini, adanya pembedaan variasi bahasa T dan R disebut dengan istilah disglosia (ferguson 1964). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat disglosis. Contohnya, uang dengan duit, istri dengan bini, tidak dengan kagak, dan sebagainya.[10]
3.      Penggunaan Bahasa
Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada disebutkan bahwa kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia adalah kamu. Kenyataannya, secara sosial kata ganti itu tidak dapat dipakai untuk menyapa orang kedua yang lebih tua atau lebih dihormati. Kata ganti kamu hanya dapat digunakan untuk orang kedua yang sebaya, lebih muda, atau kedudukan sosialnya lebih rendah. Hymes seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan  menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni.
a.       Setting and science, yaitu unsur yang berkaitan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan.
b.      Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
c.       Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan.
d.      Act sequences, yaitu hal yang menunjukan pada bentuk dan isi percakapan.
e.       Key, yang menunjukan pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
f.       Instrumentalities, yaitu yang menunjukan pada jalurapakah secara lisan atau bukan.
g.      Norms, yaitu yang menunjukan pada norma perilaku peserta percakapan.
h.      Genres, yaitu yang menunjukan pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan

4.      Kontak bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka artinya, para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain. Dengan inilah akan terjadinya kontak bahasa. Yang nantinya akan terciptanya bilingual(penguasaan yang sama baiknya oleh seseorang terhadap dua bahasa).
5.      Bahasa dan budaya
Edward Sapire dan Benjamin Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis sapire-Whorf) mengatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan atau bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya.[11]
  1. KARAKTERISTIK BAHASA
Charles F. Hockett sebagaimana dikutip oleh Orstein dan Gage (1970) dalam bukunya yang berjudul “The ABC’s of Languages and Linguistics”  menyebutkan empat karakteristik bahasa, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, produktivitas, berpola ganda, dan transmisi budaya, sedangkan Yale (1985) mengemukakan enam karakteristik unik bahasa manusia, yaitu: tidak dibatasi tempat dan waktu, produktivitas, berpola ganda, kesemenaan, keterpenggalan, dan transmisi budaya. Untuk lebih rincinya, akan dijelaskan sebagai berikut :
1.      Tidak Dibatasi Tempat dan Waktu (Displacement)
Bahasa pada manusia tidak hanya untuk kepentingan mengkomunikasikan apa-apa yang dialami pemakai bahasa dan yang terjadi pada saat sekarang atau berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar pemakai bahasa, tetapi dapat juga dipergunakan untuk mengkomunikasikan berbagai peristiwa yang dialami orang lain, peristiwa yang terjadi di masa lalu, bahkan berbagai peristiwa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang berupa mimpi, imajinasi, khayalan, lamunan, dan fakta lain yang mungkin atau mustahil terjadi. Bahasa pada manusia tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.
2.      Produktivitas (Productiveness)
Bahasa merupakan suatu sistem yang bersifat produktif. Amanat-amanat linguistik yang baru dapat dihasilkan dengan bebas dan gampang. Hal ini lebih disebabkan setiap orang, anak-anak, atau dewasa, memilki sifat aktif dalam membentuk dan menghasilkan bentuk-bentuk bahasa yang baru yang belum pernah didengar sebelumnya. Adanya objek-objek atau situasi-situasi baru yang harus dideskripsikan, membuat para pemakai bahasa mengolah berbagai sumber linguistik mereka untuk menghasilkan ungkapan-ungkapan, istilah-istilah, kata-kata, atau kalimat-kaliamat baru yang sebelumnya tidak ada.
Aspek produktivitas dalam bahasa manusia memberi kemungkinan luar biasa pada manusia untuk mengkreasi dan memahami apa yang belum pernah diucap dan didengar sebelumnya.
3.      Berpola Ganda (Duality)
Bahasa terorganisasi dalam dua tingkat atau lapisan secara simultan. Karakteristik ini disebut berpola ganda atau artikulasi ganda.
Kegandaan tersebut merupakan satu karakteristik bahasa manusia paling ekonomis, sebab manusia mampu menghasilkan paduan bunyi yang tak terbatas, sesuai dengan tingkat kemampuannya.
4.      Kesemenaan (Arbitrariness)
Bahasa memiliki sifat  manasuka, yaitu bahwa antara bentuk linguistik dan maknanya tidak memiliki hubungan yang ‘alami’. Berbeda dengan isyarat komunikasi pada kebanyakan binatang, tampaknya terdapat hubungan yang jelas antara pesan yang disampaikan dan isyarat (tanda) yang digunakannya. Ketaksemenaan isyarat komunikasi pada binatang mungkin berhubungan dengan bentuk isyarat pada binatang yang bersifat terbatas, statis, dan bersifat instingtif.
5.      Keterpenggalan (Discreteness)
Bunyi-bunyi yang digunakan dalam bahasa mempunyai makna yang berbeda. Misalnya perbedaan bunyi “p” dan “b” dalam proses menghasilkan sebenarnya tidak terlalau berbeda sama-sama bilabial, tetapi ketika bunyi itu digunakan dalam satu bahasa maka bunyi-bunyi itu menjadi bermakna sendiri-sendiri. Karakteristik ini disebut keterpenggalan, setipa bunyi bahasa dianggap terpenggal.
6.      Transmisi Budaya (Cultural Transmission)
Secara fisik seorang anak akan mewarisis gen orang tuanya, seorang anak pada umumnya akan memiliki kesamaan dengan warna kulit, bentuk rambut dan warna bola mata orang tuanya. Namun, dalam berbahasa tidak ada kaitannya dengan gen orang tua. Sekaitan dengan hal tersebut, perlu dipaparkan bahwa ada sekian miskonsepsi manusia terhadap bahasa.
Menurut Oka (1974) bentuk miskonsepsi itu, antara lain:
a.       Anggapan bahwa bahasa itu diwariskan secara biologis dan genetis seperti warna rambut dan kulit.
b.      Anggapan bahwa ada bahasa  yang lebih baik ditimbang bahasa lainnya.
c.       Anggapan bahwa bahasa sama dengan pikiran dan logika.
Proses peralihan bahasa pada manusia seperti  tersebut di atas disebut transmisi budaya (cultural transmission) atau proses peralihan bahasa dari satu generasi kepada generasi selanjutnya.[12]















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hakekat Bahasa Indonesia adalah kemahiran berbahasa Indonesia baik dalam berkomunikasi lisan maupun tertulis yang mencerminkan kesadaran berbahasa sebagai bangsa Indonesia yang telah menetapkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara.
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa memiliki ciri-ciri dan sifat yang hakiki,sifat yang hakiki itu yakni bahasa itu adalah sebuah sistem,berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, konvensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, dan sebagai alat interaksi social dan merupakan identitas penuturnya.











DAFTAR PUSTAKA

Ambari, Abdullah. 1986. Intisari Tata Bahasa Indonesia (Bandung : Djatnika).
Bloomfield, Leonard. 1995. “LANGUANGE” ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama)
Chaer ,Abdul. 1994. LINGUISTIK UMUM (Jakarta : PT. RINEKA CIPTA,)
Okke, Kusuma. 2014. Semiotika Dalam Analisis Karya Sastra, (Depok : PT. KOMODO BOOKS).



[1] Abdul chaer,LINGUISTIK UMUM, (Jakarta : PT. RINEKA CIPTA, 1994),  h.33.
[2] Ibid. hal 34
[3] Ibid,h.35.



[7]Kusuma Okke, Semiotika Dalam Analisis Karya Sastra (Depok : PT. KOMODO BOOKS, 2014), h. 11
                                                              
[9] Ibid. hal. 13
[10]Leonard bloomfield, LANGUANGE ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995). h. 41.
[11] Abdullah Ambari, Intisari Tata Bahasa Indonesia (Bandung : Djatnika,1986), h. 34.
[12] Riska Ulfa, “Karakterisitik Bahasa”, diakses pada tanggal 13 Maret 2015. (http://riskaulfa.blogspot.com/2013/11/karakteristik-bahasa.html)

Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates