BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kaum muslimin
memiliki tradisi yang khas dibandingkan umat agama lain yang memiliki kitab
suci. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang lengkap dan sempurna bagi umat islam,
layaknya mata air yang tidak kering. Darinya kaum muslimib menimba berbagai
hikmah yang diperlukan untuk menjalani kehidupan. Di dalam naungan al-Qur’an,
kreatifitas keilmuan dikalangan umat tumbuh dan berkembang. Kemudian lahir
ratusan cabang-cabang ilmu keislaman yang memberikan manfaat. Salah satu ilmu
terpenting berkaitan dengan al-qur’an adalah tafsir.
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan oleh
Allah melalui malaikat Jibril kepada umat manusia. Sebagai sebuah teks,
al-qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat islam. Semua hal yang ada pada aspek
kehidupan telah diatur didalamnya. Walaupun begitu, disamping berbahasa arab
tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang bersifat global. Sehingga
tidak bisa dipahami secara tekstual. Untuk itu bagi orang awam untuk
memahaminya perlu penerjemahan dan penafsiran terlebih dahulu. Dalam makalah
ini kami akan memaparkan tentang kedudukan ilmu tafsir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ilmu Tafsir
Kata tafsir
berasal dari kata fassara yang berarti menjelaskan, membuka dan
menampakkan makna yang ma’qul. Sebagai kelaziman dalam bahasa Arab,
bentuk masdar sering diberi makna isim maf’ul. Demikian juga halnya kata tafsir
yang berbentuk mashdar diberi makna isim maf’ul dengan arti yang dihasilkan.
1.
Pendapat
ulama tentang pengertian tafsir[1]
Secara harfiyah, kata tafsir berasal dari bahasa Arab dan merupakan
bentuk mashdar dari kata fassara serta terdiri dari huruf fa, sin dan ra
itu berarti keadaan jelas (nyata dan terang) dan memberikan penjelasan. Banyak
ulama mengemukakan pengertian tafsir yang pada intinya bermakna menjelaskan
hal-hal yang masih samar yang dikandung dalam ayat al-Quran sehingga dengan
mudah dapat dimengerti, mengeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya untuk
diterapkan dalam kehidupan.
Ahmad
al-Syirbashi memaparkan ada dua makna tafsir dikalangan ulama, yakni: (1)
keterangan atau penjelasan sesuatu yang tidak jelas dalam al-qur’an yang dapat
menyampaikan pengertian yang dikehendaki, (2) merupakan bagian dari ilmu badi’,
yaitu salah satu cabang ilmu sastra Arab yang mengutamakan keindahan makna
dalam menyusun kalimat. Pengarang kitab Lisan al-Arab mengartikannya
secara ringkas dengan kata Kasyf al-mughaththa yang berarti penjelasan
dari sesuatu hal yang masih tertutup. Karenanya, tafsir adalah penjelasan
maksud yang sukar dari suatu lafal ayat. Sementara itu, secara singkat
al-Zahabi mengartikannya dengan al-Idhah wa al-Tabyin yaitu penjelasan
dan keterangan. Pengarang al-majmu’ al-Wasith mengemukakan bahwa tafsir
bermakna menjelaskan atau membuka sesuatu yang tertutup atau mengungkap suatu
lafal yang musykil.
Sebagian ulama
menurut al syirabashi lebih merinci lagi pengertian tafsir dengan rumusan ilmu
tentaang turunnya ayat ayat al Quran, sejarah dan situasi pada saat ayat itu
diturunkan, juga sebab sebab diturunkannya ayat, meliputi sejarah tentang
penyusunan ayat yang turun di mekah (makiyyah) dan yang di madinah (madaniyah),
ayat- ayat yang muhkamat dan yang mutasyabihat, ayat-ayat yang nasikh-mansukh,
ayat khas dan’am, ayat halal dan haram, ayat kabar gembira dan ancaman, ayat
perintah dan larangan dan lain lain.
Dari definisi
yang dikemukakan para ahli itu, terlihat bahwa dikalangan ahli tafsir terdapat
sedikit perbedaan mengenai pengertian tafsir, apakah sebagai ilmu alat
seperti tang dikemukakan para ahli, terlihat bahwa dikalangan ahli tafsir
terdapat sedikit perbedaan mengenai pengertian tafsir, apakah sebagai ilmu alat
seperti yang telah dikemukakan oleh al Zarkasyi dalam kitab al Burhan fi
ulum al Quran dan oleh al Zarkani dalam kitab manahil al irfan fi
ulum al Quran ataukah sebagai tujuan seperti yang dikemukakan
oleh Muhammah Abdusebagai dikutip oleh M. Rasyid Ridho dalam tafsir al-Quran
al- Hakim dan oleh pengarang kitab ahkam al Quran wa al sunnah.
Namun demikian menurut Dr Abd. Muin salim semua itu dapat dikompromikan,
sehingga ada tiga konsepyang terkandung dalam istilah tafsir, yaitu pertama,
kegiatan ilmiah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan al Quran;
kedua, ilmu ilmu (pengetahuan ) yang digunakan dalam kegiatan tersebut; ketiga,
ilmu (pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. Ketika konsep
di atas tidak dapat dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil yang ingin
dicapai dalam tafsir.
B.
Objek
Kajian Ilmu Tafsir
Dalam ilmu tafsir,
objek kajiannya adalah ayat-ayat al-Qur’an dalam segi memahami arti-arti ayat
tersebut. Al-Qur’an sebagai the way of life tidaklah cukup dipahami
hanya dengan penguasaan bahasa arab dan mengetahui terjemahannya.[2]
C.
Kegunaan
Ilmu tafsir
Manfaat yang didapat
dari mempelajari ilmu tafsir adalah mengerti arti-arti yang terkandung dalam
firman Allah SWT melalui cara yang lebih sempurna. Seperti halnya mengetahui
makna kata-kata dalam al-qur’an, menjelaskan maksud setiap ayat, menyingkap
hukum dan hikmah yang dikandung al-qur’an, menyampaikan kepada pembaca maksud
yang terkait oleh syari’ (pembuat syariat), yaitu Allah SWT agar memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Banyak mufasir mengakui
ada banyak kegunaan ilmu tafsir, antara lain:
1. Ahmad
al-Syirbashi dalam bukunya Sejarah Tafsir al-Quran menegaskan bahwa
kedudukan tfsir sangat tergantung pada materi atau masalah yang ditafsirkannya,
krena materi tafsir adalah kitab suci al-Quran yang punya kedudukan mulia, maka
kedudukan tafsir pun amatlah mulia.
2. Imam
al-Zarkaryi dalam muqaddimah kitab al-Burhan fi Ulum al-Qur’an menyebutkan
bahwa perbuatan terbaik yang dilakukan oleh akal manusia serta kemampuan
berfikirnya yang tinggi adalah kegiatan mengungkapkan rahasia yang terkandung
dalam wahyu Ilahi dan menyingkapkan pentakwilannya yang benar berdasarkan
pengertian-pengertian yang kokoh dan tepat.
3. Al-Ragib
al-Ashfahani seperti yang dikutip Ahmad al-Syirbashi menegaskan bahwa karya
yang termulia adalah buah kesanggupan menafsirkan dan menakwilkan al-Quran.
4. M.
Quraish Shihab menegaskan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat al-Quran melalui
penafsiran-penafsirannya memnunyai peranan yang sangat basar bagi maju
mundurnya umat. Sekaligus penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan
perkembangan serta corak pemikiran mereka.
5.
Sementara itu, Dr. Abd.
Muin Salim menyebut ada dua fungsi tafsir al-quran, yaitu: pertama, fungsi
epistemologi yakni sebagai metode pengetahuan terhadap ayat-ayat al-uran yang
informatif, dan kedua, pendayagunaan norma-norma kandungan al-Quran melalui
tafsir.
Dengan
menyimak penegasan alQuran (surat Shad: 29 dan surat al-Zamur: 27) serta
pendapat-pendapat para mufasir, maka Ahmad al-Syirbasri menyimpulkan bahwa
setiap orang wajib berusaha mengetahui tafsir atau ta’wil ayat-ayat al-Quran
satu ayat pun yang tidak diketahui tafsirnya.[3]
D.
Ruang
Lingkup Pembahasan Ilmu Tafsir
Ruang lingkup
kajian ilmu tafsir adalah pada memahami ayat-ayat al-Qur’an. Karena al-Qur’an
merupakan kalamullah yang berbahasa arab dan tidak semua maknanya tersurat,
melainan terdapat makna yang tersirat. Dengan ilmu tafsir, para mufasir dapat
mengkaji apa yang ada didalamnya dengan maksud mengupas tuntas isi kandungan
al-qur’an guna menjadi petunjuk hidup bagi umat muslim.
Sebagaimana
difirmankan Allah SWT bahwa al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat yang muhkam dan
mutasyabih. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung
tanpa memerlukan penjelasan dari ayat lain. Dalam tafsir munir dijelaskan bahwa
muhkam adalah ayat yang tidak ada ikhtilaf dalam maknanya. Mutasyabih adalah
ayat yang tidak jelas maknanya dan ada ikhtilaf antara dhohir lafadz dengan
makna yang di inginkan dari lafadz itu sendiri. Seperti pada awal-awal surat.[4]
BAB III
KESIMPULAN
Tafsir
adalah suatu upaya mencurahkan pemikiran untuk memahami, memikirkan, dan
mengeluarkan hukum yang terkandung di dalam al-Quran agar dapat diaplikasikan
sebagian dasar utama penetapan hukum. Atas dasar itulah maka diakui bahwa
peranan tafsir sangat bsesar dalam menjelaskan makna kandungan al-Quran yang
sebagian besar masih bersifat global dan punya makna yang samar sehingga muncul
kesulitan untuk menerapkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud,
Mani’ Abd Halim, Metodologi Tafsir 2006. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Shoddieqy,
M. Hasbi Ash, Ilmu Al-Qur’an/Tafsir 1954. Jakarta: Bulan Bintang
Suryadilaga,
M. Alfatih, Metodologi Ilmu Tafsir 2010. Yogyakarta:Teras
0 komentar:
Posting Komentar