Kumpulan bermacam-macam makalah,tugas, serta serba-serbi dunia perkuliahan

Minggu, 15 Mei 2016

MAD'U dalam Dakwah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai, bahwa tata cara mwmberikan lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengn cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak dicicipi.
Dalam konteks ini tata cara atau metode lebih penting dari materi, yang dalam Bahasa Arab dikenal dengan Al-Thariqah Ahammu min Al-Maddah. Ungkapan ini sangat relevan dengan kegiatan dakwah. Betapapun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan,tetapi bila disampaikan dengan cara yang sembrono, tidak sistematis dan sembarangan, akan menimbulkn kesan yang tidak simpatik dan berujung kesia-siaan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana dan isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik dan menggugah, maka hasilnya akan impresif dan melahirkan manfaat.
Dan salam pengejawantahan ajaran Islam, tentunya diperlukan format dakwah yang benar yang bermuarah kepada pencerdasan dan pendewasaan keagamaan, melihat problematika umat yang dihadapi dewasa ini sangat kompleks, akan tentunya membutuhkan pemecahannya. Untuk itu dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontektstual dalam artu relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat, kesemuanya ini dilakukan demi untuk mewujudkan khairu ummah.
Kehadiran makalah ini diharapkan dapat membantu memberikan landasan teori bagi pelaksanaan dakwah. Sehingga para da’i memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif terhadap aktifitas dakwah, dan mempermudah Da’i dalam mengetahui tipologi dan klasifikasi masyarakat serta kemampuan berfikir terhadap sasaran dakwah secara tepat. Sebab seiap sasaran atau object dakwah memiliki suatu ciri-ciri tersendiri yang memerlukan suatu kebijakan dakwah dalam penyampaian, baik menyangkut masalah metodologis maupun kerangka konseptualnya. Dengan demikian, diharapkan umat akan memahami bahwa tuga dakwah baik secra individu, maupun berorganisasi, sehingga ajaran Islam tetap membumi sebagi pegangan hidup umat.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah Objek dakwah itu?
2.      Siapa yang termaksud dalam rumpun mad’u?
3.      Apa konsep al-Qur’an dalam menyikapi respon mad’u?















BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN OBJEK DAKWAH (MAD’U)
Objek Dakwah (mad’u) adalah merupakan sasaran dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga, kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak; dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sejalan dengan firman Allah,
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” (QS.Saba’:28).
Terkait dengan ayat di atas memberi kejelasan bahwa dakwah itu diajukan kepada seluruh umat manusia. Menurut pandangan Abdul Munir Mulkhan, bahwa Objek dakwah ada dua sasaran, yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat dakwah yang dimaksud adalah masyarakat luas non Muslim, sementara umat ijabah adalah mereka yang sudah menganut Agama Islam. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti Agama Islam ; sedangkan bagi orang-orang yang telah beragana Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas Iman, Islam dan Ihsan.
M. Bahari Gazali, melihat object dakwah dari tinjauan segi psikologinya, yaitu :
1.    Sasaran dakwah yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologisnya berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota serta masyarakat marjinal dari kota besar.
2.    Sasaran dakwah yang menyangkut golongan dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat dari kalangan pemerintah dan keluarga.
3.    Sasaran dakwah yang berupa kelompok dilihat dari segi sosial kultur berupa golongan priyayi, abangan, dan santri. Klasifikasi ini terutama dalam massyakat Jawa.[1]
4.    Sasaran dakwah yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan dewasa.
5.    Dilihat dari segi profesi dan pekerjaan. Berupa golongan petani, pedagang, buruh, pegawai, dan administrator.
6.    Dilihat dari jenis kelamin berupa golongan pria dan wanita.
7.    Golongan masyarakat dilihat dari segi khusus berupa tuna susula, tuna karya. nara pidana, dan sebagainya.[2]
Selain itu M. Bahri Ghazali, juga mengelompokkan mad’u berdasarkan tipologi dan klasifikasi masyarakat, yang dibagi dalam lima tipe, yaitu:
1.      Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memiliki keiginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
2.      Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dalam membawa perubahan yang positif. Untik menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu.
3.      Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas dua di masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas kemasyarakatan.
4.      Tipe pengikit akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan, karena faktor kehati-hatian yang berlebihan, maka setiap gerakan pembaharuan memerlikan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk bisa masuk.
5.      Tipe kolot, ciri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya.
Mad’u bisa juga dilihat dari segi kemampuan berfikirnya sebagai berikut :
1.    Umat yang berfikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berfikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh paham baru tanpa mempertimbangkan secara mantap apa yang dikemukakan padanya.
2.    Umat bertaklid, yaitu golongan yang fanatik, buta brerpegang pada tradisi, dan kebiasaan turun-temurun tempat menyelidiki kebenarannya.[3]


B.     MENGENAL STRATA MAD’U
Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keragaman makhluk ang bernama manusia, Allah SWT. berfirman :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat:13)
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selanjutnya menentukan pola interaksi buat masing-masing kelompok yang berbeda. Mengenal tipologi manusia adalah salah satufaktor penentu suksesnya tugas dakwah, dan merupakan salah satu fenomena alam yang hanya bisa ditangkap oleh orang alim.
1.    Mengenal Strata Mad’u Sebagai Landasan Normatif
Salah satu makna hikmah dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Di sat terjun ke sebuah komunitas, atau melakukan kontak engan seorang mad’u, da’i yang baik harus mempelajari terlebih dahulu data riil tentang komunitas atau pribadi yang bersangkutan.
Hasan al Bashri berkata: “tidak ada seorang alim pun kecuali di atasnya orang alim lagi sampai berakhir kepada Allah.” Ayat ini memberikan informasi kepada kita bahwa kadar ilmu pengetahuan manusia bertingkat. Informasi ini sekaligus isyarat kepada kita bagaimana membangun komunikasi dengan level manusia tersebut.
2.    Mengenal Rumpun Mad’u
Tidak ada kesepakatan di antara peneliti dakwah tentang jumlah dari rumpun mad’u. Beberapa pendapat yang dapat kami himpun sebagai berikut :
Di awal surah al-Baqarah, mad’u dikelompokkan dalam tiga rumpun, yaitu: mukmin, kafir dan munafiq. Mujahid berkata : “empat ayat di surah al-Baqaarah mendeskripsikan tentang sifat orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas ayat berikutnya mendeskripsikan sifat orang munafiq…”.
Dalam istilah M. Natsir, kelompok mad’u ada tiga, yaitu : “kawan yang setia sehidup semati, dari awal sampai akhir,dan lawan yang ecara terang-terangan memusuhinya dari awal sampai akhir; dan lawan yang bermain pura-pura menjadi kawan, samnil menunggu saat untuk menikan dari belakang”.
Secara umum mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokkan dalam delapan rumpun, yaitu :
1.      Para ulama
2.      Ahli zuhud dan ahli ibadah
3.      Penguasa dan pemerintah
4.       Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya
5.       Fakir miskin dan orang lemah
6.      Anak istri, dan kaum hamba
7.      Orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat
8.      Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

C.    KONSEP AL-QURAN DALAM MENYIKAPI RESPON MAD’U
Bahasa dakwah yang diperintahkan Al-Quran sunyi dari kekasaran, lembut, indah, santun, juga membekas pada jiwa, memberi pengharapan hingga mad’u dapat dikendalikan dan digerakkan perilakunya olah da’i. Term Qoulan Sadida merupakan persyaratan umum suatu pesan dakwah agar dakwah persuasif memilih kata yang tepat mengenai sasaran sesuai dengan field of experience dan frame of reference komunikan telah dilansir dalam beberapa bentuk oleh al-Quran diantaranya:

1.    Qoulan Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa)
Ungkapan Qoulan Baligha terdapat pada surah an-Nisa ayat 63 dengan firmannya:
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hai mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada merekaperkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”
Yang dimaksud ayat di atas adalah perilaku orang munafik. Ketika diajak untuk memahami hukum allah, mereka menghalangi orang lain untuk patuh (ayat 61). Kalau mereka mendapat musibah atau kecelakaan karena perbuatan mereka sendiri, mereka datang mohon perlindungan atau bantuan. Mereka inilah yang perlu dihindari, diberi pelajaran, diberi pelajaran, atau diberi penjelasan dengan cara yan berbekassatau ungkapan yang mengesankan. Karena itu, Qoulan Baligha dapat diterjemahkan ke dalam komunikasi yang efektif yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang akan mengesankan atau membekass pada hatinya. Sebab di hatinya banyak dusta, khianat dan ingkar janji. Kalau hatinya tidak tersentuh sulit menundukkannya.
Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qoulan baligha tersebut menjadi dua, qoulan baligha terjadi bila da’i (komunikator) menyesuaikan pembicarannya dengan sifat-sifat khalayakyang dihadapinya sesuai dengan frame of reference and field of experience. Kedua, qoulan baligha terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknyapada hati dan otaknya sekaligus.

2.    Qoulan Layyinan (perkataan yang lembut)
Term qoulan layyinan terdapat dalam surah Thaha ayat 43-44 secara harfiyah berarti komunikasi yang lemah lembut (Layyin).
!$t6ydøŒ$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ   Ÿwqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ㍩.xtFtƒ ÷rr& 4Óy´øƒs ÇÍÍÈ  
pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanyaengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha ayat 43-44)
Berkata lembut tersebut adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dan Harun supaya menyampaikan Tabsyier dan Inzar kepada Fir’aun dengan “Qoulan Layyinan”karena ia telah menjalani kekuasaan melampaui batas, Musa dan Harun sedikit khawatir menemui Fir’aun yang kejam. Tetapi Allah tahu dan memberi jaminan
“Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Mendengar dan Melihat.” (QS. Thaha:46)
Berhadapan dengan penguasa yang tiran, al-Qur’an mengajarkan agar dakwah kepada mereka haruslah bersifat sejuk dan lemah lembut , tidak kasar dan lantang, perkataan yang lantang kepada penguasa tiran dapat memancing respon yamng lebih keras dalam waktu spontan, sehingga menghilangkan peluang untuk berdialog atau komunikasi antar kedua belah pihak, da’i dan penguasa sebagai mad’u.
3.    Qoulan Ma’rufan (Perkataan yang baik)
Qoulan ma’rufan dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Salah satu pengertian ma’rufan secara etimologis adalah al-khaer atau ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi qoulan ma’rufan mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang pantas dan baik. Di dalam al-Qur’an ungkapan qoulan ma’rufan ditemukan pada surah al-Baqarah 2:235, 2 ayat pada surah an-Nisa ayat 5 dan 8, serta satu ayat lagi terdapat pada surah al-Ahzab ayat 32. Semua ayat ini turun pada periode Madinah seperti diketahuikomunitas Madinah lebih heterogen ketimbang Makkah. Dalam ayat 235 surah al-Baqarah ini qoulan ma’rufan mengandung beberapa pengertian antara lain rayuan halusterhadap seorang wanita yang ingin dipinang untuk istri. Jadi, ini merupakan komunikasi etis dalam menimbang perasaan wanita, apalagi wanita yang diceraikan suaminya. Dalam ayat 5 surah an-Nisa ‘ qoulan ma’rufan berkonotasi kepada pembicaraan-pembicaraan yang pantas bagi seorang yang belumdewasa atau cukup akalnya atau orang dewasa tetapi tergolong bodoh. Kedua orang ini tentu tidak siap menerima perkataan bukan ma’rufkarena otaknya tidak cukup siap menerima apa yang disampaikan, justru yang menonjol adalah emosinya.
Sedangkan pada ayat 8, surat yang sama lebih mengandung arti bagaimana menetralisir perasaan famili anak yatim, dan orang miskin yan hadir ketika ada pembagian warisan. Meskipun mereka tidak tercantumdalam daftar sebagai yang berhak menerima warisan. Namun, Islam mengajarkan agar mereka diberi sekadarnya dan diberi dengan perkataan yang pantas. Artinya, jika diberi tetpi diiringi dengan perkataan yang tidak pantas, tentu perasaan mereka tersinggung atau terhiba hati, apalagi tidak diberi apa-apaselain ucapan-ucapan kasar.
Pada ayat 32 durah al-Ahzab qoulan ma’rufan berarti tuntunan kepada wanita istri Rasul agar berbicara yang wajar-wajarsaja tidak perlu bermanja-manja, tersipi-sipu, cengeng, atau sikap berlebihanyng akan mengundang nafsu birahilawan bicara.
Jalaluddin Rahmat menjelaskan bahwa qoulan ma’rufan adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini ketika bicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau orang kuat terhadap orang-orang yang miskinatau lemah. Qoulan ma’rufan berartipembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukkan pemecahan terhadap kesulutan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material, kita harus dapat membantu psikologi.
4.    Qoulan Maisura (Perkataan yang ringan)
Istilah qoulan maisura tersebut dalam al-Isra.kalimat al-Isra berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qoulan maisura adalah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa komunikasi, qoulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qoulan maisura artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlikan dalil naqli maupun argumen-argumen logika.
Dakwah dengan  pendekatan Qoulan Maisura harus menjadi pertimbangan mad’u yang dihadapi itu terdiri dari:
a.    Orang tua atau kelompok orang tua yang merasa dituakan, yang sedang menjalani kesedihan lantaran kurang bijaknya perlakuan anak terhadap orang tuanya atau oleh kelompok yang lebih muda.
b.    Orang yang tergolong di dzalimi haknya oleh orang-orang yang lebih kuat.
Masyarakat yang secara sosial berada di bawah garis kemiskinan, lapisan masyarakat tersebut sangat peka dengan nasihat yang panjang, karenanya da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka dalam dakwah bil hal.

5.    Qoulan Karima (Perkataan yang Mulia)
Dakwah dengan qoulan karima sasarannya adalah orang yang telah lanjut usia, pendekatan yang mulia, santun, penuh penghormatan dan penghargaantidak menggurui tidak perlu retorika yang meledak-ledak. Term qoulan karima terdapat dalam surat al-Isra ayat 23.
Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qoulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut, seorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap prang tua sendiri, yakni hormat adab tidak berkata kasar kepadanya, karena manusia meskipun sudah mencapai usia lanjut, bisa saja berbuat salah, atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama. Sementara itu kondisi fisik mereka yang mulai melemah membuat mereka mudah tersinggung dan pendekatan dakwah terhadap orang tersebut telah dilandasi dalam al-Qur’an dengan term qoulan karima.[4]
Dengan demikian heteroginitas manusia penerima dakwah dalam segi latar belakang sosio ekonomi, agama, budaya, tingkat pengetahuan, kwalitas kwesantrian, serta heterogen dalam bentuk komunikasi kelompoknya. Kesemuanya ini harus dicermati setiap da’i agar dakwa yang dijalankannya lebih komunikatif. Dengan penggunaan metodologi analisis psikologis untuk mengetahui tipologidan klasifikasi masyarakat. Serta kemampuan berfikir terhadap sasaran dakwah secara tepat, sebab setiap sasaran atau objek dakwah memiliki suatu ciri-ciri tersendiri yang memerlukan suatu kebijakan dakwah dalam penyampaian, baik menyangkut masalah metodologis maupun kerangka konseptualnya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah Objek dakwah dibedakan menjadi dua : umat ijabah dan umat dakwah.
Berdasarkan data-data rumpun mad’u , dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan, yaitu:
a.    Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, terbagi dua, yaitu muslim dan non-muslim
b.    Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengalaman ajaran agamanya, terbagi tiga, dzalimun linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhaerat.
c.    Mad’u ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya, terbagi tiga, ulama, pembelajar dan     awam
d.   Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga; pemerintah (al-Mala’), masyarakat maju (al-Mufrathin) dan terbelakang (al-Mustadh’afin).
e.    Mad’u ditinjau dari priorotas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst
Konsep al-Qur’an dalam menyikapi respon mad’u:
a.       Orang munafik dan kafir : perkataan yang membekas di hati qoulan baligha, terdapat dalam QS. An-Nisa:63
b.      Penguasa Tiran : perkataan yang sejuk dan lembut. Qoulan layyinan, terdapat dalam QS. Thaha:43-44
c.       Kelompok tertindas atau rakyat. Orang yang dituakan tetapi sudah ketinggalan zaman. Orang yang teraniaya. Masyarakat kumuh di tengah kemakmuran kota : perkataan yang ringan qoulan maisura, terdapat dalam QS. Al-Isra:28
d.      Manusia lanjut usia atau pensiunan : perkataan yang mulia qoulan karima, terdapat dalam QS. Al-Isra’:23


B.       SARAN
Diharapkan bagi masyarakat Islam secara umum, khususnya kalangan akademisi dakwah dan aktivis dakwah agar dapat mengisi khazanah perbendaharaan buku-buku keislamantentang dakwah Islam, untuk dijadikan bahan referensidalam melaksanakanatau mengembangkan dakwah.



























DAFTAR PUSTAKA


Geertz, Cliffort. The Religion Of Java. 
H.M. Arifin. 1994. PSIKOLOGI DAKWAH,  (Jakarta: Bumi Aksara). 
Razak, Nasaruddin. 1976. Metodologi Dakwah, (Semarang: Toha Putra).


[1]The Religion Of Java,  Cliffort Geertz,  hal. 4.
[2]H.M. Arifin. PSIKOLOGI DAKWAH,  (Jakarta: Bumi Aksara, 1994).  Hal. 3-4.
.
[3] Ibid. Hal.5
[4] Razak, Nasaruddin, Metodologi Dakwah, (Semarang: Toha Putra, 1976). Hal.42-43
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates