Kumpulan bermacam-macam makalah,tugas, serta serba-serbi dunia perkuliahan

Sabtu, 07 Mei 2016

MAKALAH FUNGSI HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM



BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
     Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya Al Sunnah / hadis adalah sumber ajaran bagi umat islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dan umat islam diwajibkan mengikuti Al Sunnah sebagaimana mengikuti Al-Qur’an. Salah satu penjelas dari isi Al-Quran ada sunah atau hadits yang berupa ucapan-ucapan Rasulullah Saw. yang diberi otoritas oleh Tuhan untuk menyampaikan setiap wahyu kepada umat manusia. Kedudukan hadits ini sangat penting bagi umat Islam. Hadits merupakan warisan Rasulullah yang sampai sekarang masih dipegang para umatnya yang senantiasa mengharapkan syafaat setelah dibangkitkan kembali nanti. Hadits dikumpulkan oleh sejumlah perawi memiliki peran penting dalam penyampaian ajaran Islam.
 Al Qur’an dan Al Sunnah (hadis) merupakan sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya. Jadi Al-qur’an dan Al sunnah (hadis) itu satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama yang memuat ajaran yang bersifat umum dan global, oleh karena itulah Al sunnah (hadis) tampil sebagai sumber ajaran kedua untuk menjelaskan keumuman isi Al-qur’an. Sehingga masalah-masalah yang terjadi di masyarakat bisa terselesaikan dengan baik, karena semuanya sudah di atur di Al- qur’an dan Al sunnah (hadis).



B.TUJUAN
            Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk
A.  Bagaimana argumen normatif tentang otoritas sunnah (hadis) ?
B.  Apakah fungsi hadis terhadap al – qur’an ?
C.  Mengapa Al sunnah (hadis) dijadikan sebagai sumber ajaran islam yang kedua ?
D. Menjelaskan tentang bayan at-taqrir, bayan al-tafsir, dan bayan al-tasyri.




BAB II PEMBAHASAN

Fungsi Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam

A.Otoritas Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
            Allah SWT menurunkan al – qur’an kepada umatnya agar al – qur’an bisa dipahami oleh manusia, maka rasulullah SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara – cara melaksanakan ajarannya kepada para umat manusia melalui hadis – hadisnya.
            Fungsi hadis sebagai penjelas (bayan) dalam al – qur’an di kalangan ulama disebutkan secara beragam. Imam Malik bin Anas menyebutkan empat macam fungsi yaitu bayan al taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri, dan bayan al-nasakh.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk global atau garis besarnya saja, tidak terinci dan tidak pula diberi batasan. Seperti perintah solat yang datang secara garis besar, tanpa ada keterangan dalam al Qur’an tentang jumlah rakaatnya, cara mengerjakanya dan kapan waktu pelaksanaanya. Demikian pula masalah zakat yang datang secara umum tanpa batasan jumlah minimal harta yang wajib dizakati dan tidak pula dijelaskan ukuran dan syarat – syaratnya. Berdasarkan realitas tersebut, maka tidak ada jalan lain kecuali harus kembali kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum–hukum itu secara rinci dan jelas. Dari banyak ayat, Allah telah menjelaskan bahwa tugas Rasulullah SAW dalam kaitannya terhadap al Qur’an disamping sebagai penerang dan penjelas tentang tujuan-tujuan dan ayat – ayatnya. Juga menunjukkan mana yang benar ketika terjadi perselishian tentang suatu masalah.
Di bawah ini disebutkan pendekatan normatif tentang otoritas sunnah sebagai sumber ajaran islam yaitu:
1.      Didasarkan pada keimanan kerasulan nabi Muhammad SAW
Konsekuensi dari iman tersebut adalah menerima segala sesuatu yang datang dari Rasulullah dalam urusan agama. Karena Allah telah memilih para rasul diantara para hamba agar menyampaikan syari’at_Nya kepada umat manusia.
2.      Didasarkan kepada al-Qur’an
Di dalamnya banyak dijumpai ayat – ayat yang menunjukkan kewajiban untuk taat kepada Rasulullah. Seperti ditunjukkan dalm firman Allah “ Hai orang – orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul_Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( AL Qur’an ) dan Rasul_Nya ( sunnah ), jika kamu benar – benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”.
3.      Didasarkan pada hadis Nabi SAW
Diantaranya sabda beliau yang menyuruh untuk selalu berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah Rasul.
4.      Berdasarkan ijma’ di kalangan umat islam untuk mengamalkan sunnah
Kaum muslimin menerima sunnah sebagaimana mereka menerima al-Qur’an, hal ini pada kesaksian dari Allah bahwa sunnah adalah salah satu sumber penetapan hukum syara’. Mereka menjadikan sunnah sebagai sumber rujukan atas berbagai persoalan yang dihadapi, khususnya persoalan tentang keagamaan


B.Fungsi Hadis Sebagai Penguat Ketentuan Yang Ada Di Dalam Al – Qur’an
            Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi hadis salah satunya adalah sebagai penguat ketentuan yang ada di dalam al–qur’an atau istilah lainnya kita kenal dengan istilah bayan al–taqrir. Bayan al–taqrir disebut pula dengan bayan al–taqyid dan bayan al–itsbat yang artinya menetapkan dan memperkuat apa yang telah ada atau apa yang telah diterangkan dalam al–qur’an.
            Contohnya seperti dalam hadis nabi, beliau mengatakan bahwa shalat orang yang berhadas tidak diterima kecuali ia sudah berwudhu. Hadis tersebut sejalan dengan diperkuatnya dalam ketentuan al – qur’an bahwa orang yang hendak sholat harus berwudhu terlebih dahulu. Hadis Nabi tersebut diperkuat dengan ayat al–qur’an dalam surat al-maidah ayat 6 yang menjelaskan tentang keharusan berwudhu bagi orang yang akan mendirikan sholat.
            Orang yang mendirikan sholat tanpa berwudhu terlebih dahulu dianggap tidak sah karena wudhu merupakan salah satu dari syarat sah sholat. Hadis yang disabdakan oleh nabi diatas memperkuat pernyataan yang terkandung dalam ayat tersebut bahwa sholat dapat diterima oleh Allah jika dilakukan terlebih dahulu dengan berwudhu.
            Tidak hanya wudhu yang bisa diperjelas dengan hadis akan tetapi perintah tentang menunaikan zakat, melaksanakan haji, berpuasa di bulan ramadhan dan perkara lainnya yang muncul di dalam kehidupan dan sudah ada dalam ayat–ayat suci al–qur’an akan lebih diperjelas lagi dengan adanya hadis terutama hadis al–taqrir tersebut.
            Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا رَأَيْـتُمُ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْـتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا
“Apabila kalian melihat (rukyah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (rukyah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...” (QS. Al-Baqoroh:185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir ini dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.


C.Fungsi Hadis Sebagai Penjelas Ketentuan Yang Ada Di Dalam Al – Qur’an
            Istilah lain dari fungsi hadis sebagai penjelas yaitu bayan al- tafsir yang berarti penjelasan dengan memperinci kandungan ayat–ayat yang mujmal, yakni ayat–ayat yang bersifat ringkas atau singkat, sehingga maknanya kurang atau bahkan tidak jelas kecuali ada penjelasan ataupun perincian. Dengan kata lain, ungkapan ayat itu masih bersifat global yang memerlukan mubayyin.
            Keharusan fungsi bayan al–tafsir selain untuk memberikan rincian atau tafsiran terhadap ayat–ayat al–qur’an yang masih bersifat mujmal fungsi lainnya juga untuk memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat–ayat al–qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsis) terhadap ayat–ayat al–qur’an yang masih bersifat umum.
            Seperti contoh tentang ayat–ayat al–qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat, puasa, zakat, disyariatkan jual beli, menikah, qhisas, hudud, dsb. Ayat–ayat al–qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakannya, sebab–sebabnya, syarat–syaratnya, atau halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan persoalan tersebut.
Sebagai contoh hadis berikut: صَ
لُّوْا كَمَا رَاَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh: 43)


D.Fungsi Hadis Sebagai Penetap Yang Belum Ditetapkan Dalam Al – Qur’an
            Untuk dapat menetapkan sesuatu hal yang belum terdapat dalam al–qur’an maka fungsi hadis yang dimaksud yaitu bayan  al–tasyri yang berarti penjelasan hadis yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan syar’i yang belum ditetapkan nash nya dalam al–qur’an. Dalam hal ini, Rasulullah SAW menetapkan suatu hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul saat itu dengan sabdanya sendiri tanpa bersandar pada ketentuan ayat–ayat al–qur’an, meskipun adakalanya ketetapan rasulullah SAW berdasarkan qiyas ataupun tidak.
            Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut bayan al–tasyri ini dengan “za’id ala al–kitab al–karim” hadis Rasulullah SAW dalam segala bentuknya baik yang qauli, fi’li maupun taqriri masih terus berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, terutama yang tidak terdapat dalam al–qur’an. Rasulullah SAW berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak dikenalnya dengan menunjukkan bimbingan dan menjelaskan topik permasalahannya.
            Hadis–hadis yang Rasulullah SAW yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya, hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara maksudnya antara isteri dengan bibinya, hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, hukum tentang hak waris bagi seorang anak, dan masih banyak lagi yang lainnya yang termasuk kedalam kelompok hadis bayan al-tasyri Rasulullah SAW.
             
















BAB III PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Al sunnah sebagai sumber ajaran islam yang kedua berfungsi untuk menjelaskan isi al-Qur'an yang masih bersifat mujmal atau global. Berikut ini Pendekatan normatif al-sunnah sebagai sumber ajaran islam yaitu:
1)      didasarkan pada keimanan rasul
2)      didasarkan pada al Qur'an
3)      didasarkan pada hadis nabi
4)      didasarkan pada ijma
Al-qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an itu adalah pokok hukum syari’at, pegangan umat Islam yang secara rinci menerima penjelasan dari sunnah.
Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah sebagai bayan al-taqrir (memperjelas atau memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an; sebagai bayan al-Tafsir (menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an); sebagai bayan al-tasyri’ (mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya atau ashl nya saja);




B.     SARAN
Adapun saran yang bisa penulis berikan yaitu :
Kepada semua pembaca bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap bisa    meluruskannya dan untuk bisa membaca kembali literature - literatur yang berkenaan dengan pembahasan ini sehingga diharapkan bisa lebih menyempurnakan kembali pembahasan materi dalam makalah ini.

Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates