PENDAHULUAN
Pendidikan
Islam sebenarnya telah lahir jauh sebelum pendidikan nasional, tetapi baru
berbentuk pendidikan nonformal, tetapi setelah zaman semakin maju, Indonesia
telah merdeka dan membuat kebijakan-kebijakn yang mengatur segala bentuk
kependidikan yang ada di Indnesia dengan berbagai macam ras maupun beragam
agama yang ada didalamnya, kemudian barulah lahir Lembaga Pendidikan Islam yang
berbentuk Formal, seperti layaknya Madrasah Aliyah (MA), dll.
Beranjak dari
situlah, segala hal yang berkaitan dengan kependidikan Islami diatur dalam
Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional), namun apakah posisi
Lembaga Pendidikan Islam diakui ? apakah Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
tidak terkekang dengan aturan-aturan tersebut ? dan bagaimana posisi Lembaga
Pendidikan Islam itu sendiri dalam Sistem Pendidikan Nasional ?
Pada buku
inilah semua itu akan terjawab, karna dalam buku karya Drs. Bukhari Umar, M.Ag ini dibahas secara mendalam semua
hal yang berkaitan dengan Pendidikan Islam di Indonesia. Semua disajikan dengan
sangat apik, rinci namun mudah dimengerti, beliau selalu mengetengahkan segala
perbedaan pendapat yang ada, tanpa condong kesalah satunya. Beliau pula membuat
buku ini lebih memiliki kesan sumber yang valid, karena pada hampir semua sub bahasan
dicantumkan nama tokoh terkait.
BAB I
PANDANGAN ISLAM
TERHADAP MANUSIA
A.
Istilah
Manusia dalam al-Qur’an
Kata “manusia” menurut
Al-Quraan berasal dari kata al-Insan, al-Basyar, dan al-Nas. Manusia disebut al
Insan berasala dari kata nasiya yang berarti lupa mengandung makna bahwa
manusia meilki kelebihan di antara mahluk lain tetapi juga mempunyai kelemahan
yaitu kadang lupa untuk tetap pada jalan Tuhan dalam bertindak. Manusia disebut
al-Basyar sebab manusia sebenarnya sama dengan mahluk lain yaitu tunduk pada
sunnatullah dan memiliki kesamaan dengan mahluk lainnya yaitu dari segi
material atau dimensi alamiah saja. Manusia disebut an-Nas sebab manusia itu
keadaannya labil antara tercela dan terpuji. Maka manusia merupakan mahluk
allah yang unik dan sempurna.
B.
Fungsi
penciptaan Manusia dalam al-Qur’an
1. Selain itu kedudukan manusia yaitu sebagai khalifah Allah di bumi artinya
manusia bukan sekedar menggantikan tetapi dengan arti yang luas dia harus
mengikuti perintah yang digantikan (Allah). Allah berfirman dalam Q.S surat
al-Baqarah: 72 yang artinya “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat:’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka Bumi.’
”
2. Kedudukan manusia dimuka bumi adalah sebagai hamba allah seperti yang
diterangkan di Q.S Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya : “dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
C.
Implikasi
Konsep Manusia dalam Pendidikan Islam
Konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya harus
dipertimbangkan dalam merumuskan teori-teori pendidikan Islam agar pendidikan
Islam dapat mencapai hasil yang diharapkan. Upaya perumusan tersebut dapat
dilakukan dengan pendekatan kewahyuan, empirik keilmuan, dan rasional
filosofis. Pesan-pesan Allah SWT harus dipahami dengan pendekatan keilmuan dan
filosofis.
BAB II
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian Tarbiyah
Dalam
Buku Mufradat, Ar-Raghib Al-Ashfahani (wafat 502 M), menyatakan bahwa makna
asal al-Rab adalah at-Tarbiyah, yaitu memelihara sesuatu sedikit
demi sedikit hingga sempurna.
B.
Pengertian
Ta’lim
Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan pengertian at-Ta’lim adalah sebuah upaya
menyiapkan Individu dengan mengacu kepada aspek-aspek tertentu saja. Sedangkan,
at-Tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan.
C.
Pengertian
Ta’dib
Ta’dib
adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan
keberadaan-Nya. Ta’dib sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm),
pengajaran (ta’lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah).
D.
Pengertian
Pendidikan Islam
Dalam
Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan pengertian
pendidikan Islam, yaitu: “ Bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan ruhani
menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, megajarkan, melatih, mengasuh,
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. “
BAB
III
SUMBER
DAN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.
Sumber
Pendidikan Islam
Menurut
Sa’id Isma’il Ali, sebagaimana yang
dikutip oleh Hasan Langgulung (1980:35) sumber pendidikan Islam terdiri atas
Enam macam, yaitu:
1.
Al-qur’an
2.
As-sunnah
3.
Perkataan
Shahabat (Madzhab Shahabi)
4.
Kemaslahatan
Umat/Sosial (Maslahat Mursalah)
5.
Tradisi
atau kebiasaan (‘Urf)
6.
Hasil
pemikiran para Ahli dalam Islam
B.
Dasar
Pendidikan Islam
Tujuh
Dasar Operasional dalam Pendidikan Islam, yakni :
1.
Dasar
Historis
2.
Dasar
Sosiologis
3.
Dasar
Ekonomi
4.
Dasar
Politik dan Administratif
5.
Dasar
Psikologis
6.
Dasar
Filosofis
7.
Dasar
Religius
BAB IV
TUJUAN
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
dan Fungsi Tujuan
Tujuan
ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai.
Pendidikan sebagai suatu usaha yang berproses melalui beberapa tahap dan
tingkatan-tingkatan yang mempunyai tujuan-tujuan yang bertahap dan bertingkat
pula.
Apabila
dihubungkan dengan suatu usaha (proses) maka tujuan mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
1.
Mengakhiri
usaha
2.
Mengarahkan
usaha
3.
Merupakan
titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain
4.
Memberi
nilai (sifat) pada suatu usaha
B.
Prinsip-prinsip
dalam Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Hilda
Taba mengungkapkan beberapa Prinsip-prinsip pokok dalam perumusan tujuan
pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Rumusan
tujuan hendaknya meliputi aspek bentuk tingkah laku yang diharapkan (proses
mental) dan bahan yang berkaitan dengannya (produk).
2.
Tujuan-tujuan
yang kompleks harus ditata secara mapan, analitis dan spesifik, sehingga tampak
jelas bentuk- bentuk tingkah laku yang diharapkan.
3.
Formulasi
jelas untuk pembentukan tingkah lakuyang diinginkan dengan kegiatan belajar
tertentu
4.
Tujuan
tersebut pada umumnya bersifat Developmental yang mencerminkan arah yang
hendak dicapai
5.
Formulasi
harus realistis dan hendaknya memasukkan terjemahan kedalam kurikulum dan
pengalaman belajar.
6.
Tujuan
harus mencakup segala aspek perkembangan peserta didik yang menjadi tanggung
jawab sekolah. (Muhaimin, 1991:20)
C.
Komponen-komponen Tujuan Pendidikan Islam
Secara
teoretis tujuan akhir dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Tujuan
Normatif (mengkristalisasikan nilai-nilai yang akan diinternalisasi)
a.
Tujuan
Formatif (Korektif)
b.
Tujuan
Selektif (membedakan yang benar dan salah)
c.
Tujuan
Determinatif (penyetaraan kemampuan sesuai standar)
d.
Tujuan
Integratif (memadukan fungsi psikis untuk tujuan akhir.
e.
Tujuan
Aplikatif (memberikan kemampuan untuk praktek atas apa yang diperoleh)
2.
Tujuan
fungsional (penggalian kemampuan peserta didik untuk menggunakan daya kognisi,
afeksi, dan psikomotorik berdasarkan standar)
a.
Tujuan
Individual (kemampuan Individu dalam mengamalkan nilai-nilai moral,
intelektual, dan skill.
b.
Tujuan
Sosial (kemampuan individu mengamalkan kemampuan bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar.
c.
Tujuan
Moral (kemampuan Individu menerapkan moral sesuai dengan tuntutan atasa
motivasi agama, sosial, psikologis, dan dorongan bilogis.)
d.
Tujuan
Profesional (mengamalkan skill mereka)
3.
Tujuan
operasional (tujuan yang didasarkan pada teknis manajerial)
a.
Tujuan
Umum (manusia Kamil)
b.
Tujuan
Khusus (tujuan yang disesuaikan dengan keadaan)
c.
Tujuan
tidak lengkap (tujuan yang hanya didasarkan pada aspek tertentu,misal: akhlaq.)
d.
Tujuan
Insidental (praktek pada saat itu juga)
e.
Tujuan
sementara (tujuan pada fase tertentu)
f.
Tujuan
Intermedier (keterampilan penopang untuk mencapai tujuan sementara )
D.
Formulasi
Tujuan Pendidikan Islam
Muhtar
Yahya mengemukakan Formulasi pendidikan Islam lebih simpel, yaitu memberikan
pemahaman tentang ajaran-ajaran Islam kepada peserta didik dan membentuk
keluhuran budi pekerti sebagaimana misi Rasulullah SAW sebagai pengemban
perintah menyempurnakan Akhlaq Manusia, untuk memenuhi kebutuhan kerja (Q.S
An-nahl (16): 97, al-An’am (6): 132) dalam rangka menempuh hidup bahagia dunia
dan akhirat (Q.S Al-Qashash (28): 77)
BAB V
FUNGSI
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendidikan
sebagai Pengembangan Potensi
Fungsi
Pendidikan Islam ini merupakan realisasi dari pengertian tarbiyah al-insya’
(menumbuhkan atau mengaktualisasikan potensi). Asumsi tugas ini adalah bahwa
manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan
merupaka proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut.
B.
Pendidikan
sebagai Pewarisan Budaya
Dalam
Pendidikan Islam, pewarisan budaya-budaya Islami dapat dibedakan menjadi dua
bagian :
1.
Nilai
Ilahiyyah (Iman dan Taqwa)
2.
Nilai
Insaniyyah (hidup dan berkembang sesuai peradaban manusia)
C.
Interaksi
antara Potensi dan Budaya
Untuk
harmonisasi antara potensi dan budaya, diperlukan adanya ‘intervensi’ eksternal
yang datang dari Sang Khaliq atau biasa disebut dengan Hidayah (petunjuk)
dari Allah SWT. Manusia hanya berusaha, dan Hidayah Allah lah yang menentukan.
BAB VI
PENDIDIK DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Konsep
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam
pendidikan Islam, Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta
didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik
(karsa).
B.
Kedudukan
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Al-Ghazali
menukil beberapa hadist Nabi tentang keutamaan seorang Pendidik. Ia
berkesimpulan bahwa Pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great
individual) yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun. (Q.S
at-Taubah (9): 122). Selanjutnya, Al-Ghazali menukil dari perkataan para Ulama
yang menyatakan bahwa Pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman,
orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya (nur)
keilmiahannya.
C.
Tugas
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut
Al-Ghazali, tugas Pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah.
D.
Kompetensi
Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik Islam
yang Profesional, harus memiliki Kompetensi yang lengkap meliputi :
1.
Penguasaan
materi al-Islam yang komprehensif, serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama
pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
2.
Penguasaan
Strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam, termasuk
kemampuan evaluasinya;
3.
Penguasaan
Ilmu dan Kependidikan;
4.
Memahami
prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan
pengembangan kependidikan Islam di masa depan.
5.
Memiliki
kepekaan terhadap Informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung
kepentingan tugasnya.
E.
Kode
Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut Ibnu
Jama’ah, yang dikutip oleh Abd al-Amir Syams ad-Din (1984: 18-24), etika
Pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu:
1.
Etika
yang terkait dengan dirinya sendir, yaitu:
a.
Memiliki
sifat-sifat keagamaan (diniyyah) yang baik meliputi patuh dan tunduk terhadap
Syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan.
b.
Memiliki
sifat-sifat Akhlaq yang Mulia.
2.
Etika
terhadap peserta didik
a.
Sifat-sifat
sopan santun
b.
Sifat-sifat
memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah)
3.
Etika
dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a.
Sifat-sifat
seni, yaitu seni mengajar supaya murid tidak jenuh.
b.
Sifat-sifat
memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah)
BAB VII
PESERTA DIDIK
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Peserta Didik
Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu (Undang-undang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 4). Dalam Islam
peserta didik bukanlah hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa yang masih
berkembang, baik psikis, maupun fisik.
B.
Kebutuhan
Peserta Didik
Al-Qussy
membagi kebutuhan manusia (peserta didik) kedalam dua bagian pokok, yaitu:
1.
Kebtuhan
Primer, meliputi kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, sex, dll.
2.
Kebutuhan
Sekunder, meliputi kebutuhan Ruhaniah.
3.
Selanjutnya
Ia membagi kebutuhan Ruhaniah menjadi enam macam, yakni:
a.
Kebutuhan
akan rasa kasih sayang
b.
Kebutuhan
akan rasa aman
c.
Kebutuha
akan rasa harga diri
d.
Kebutuhan
akan rasa bebas
e.
Kebutuhan
akan rasa sukses
f.
Kebutuhan
akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia, seperti
pengetahuan lainyang ada pada setiap manusia. (Abdul Aziz Al-Qussy, 1974: 177)
C.
Kode
Etik Peserta Didik
Al-Ghazali
merumuskan 11 poko kode etik Peserta didik, sebagai berikut:
1.
Belajar
dengan Niat ibadah dalam rangka taqarrub ilallah.
2.
Mengurangi
kecenderungan terhadap duniawi.
3.
Bersikap
tawadhu’.
4.
Menjaga
pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5.
Mempelajari
Ilmu-ilmu yang terpuji.
6.
Belajar
Ilmu sampai tuntas, baru ke disiplin Ilmu lain.
7.
Mengenal
nilai-nilai Ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
8.
Memprioritaskan
Ilmu diniyyah sebelum memasuki Ilmu duniawi.
9.
Mengenal
nilai-nilai pragmatis, yakni, ilmu itu dapat bermanfaat bagi kita di dunia dan
akhirat.
10.
Peserta
didik harus tunduk terhadap Pendidik.
11.
Belajar
dengan bertahap/berjenjang, dari Ilmu yang fardhu ‘ain ke Ilmu yang
fardhu kifayah.
D.
Pengaruh
Lingkungan terhadap Peserta Didik
Tiga lingkungan
sekitar peserta didik yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan peserta
didik, Lingkungan Keluarga, Lingkungan Teman, serta Pengaruh Setan.
BAB VIII
FASE/PERIODESASI
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendidikan
Islam Masa Pra-Konsepsi
Pendidikan
Pra-Konsepsi merupakan awal dari suatu pernikahan atau disebut juga dengan
pemilihan jodoh, yaitu ketika seorang pria mencari seorang wanita yang dapat
menjadi teman hidupnya dan dapat bekerja sama dalam membina rumah tangga
bahagia. Dalam hal ini, Rasulullah mengajarkan (As-sijistany, 2, tt. :219): Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “perempuan itu dinikahi karena
empat perkara, yaitu karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan
agamanya. Pilihlah yang beragama, maka engkau akan selamat.”
B.
Pendidikan
Islam Masa Pranatal
Pendidikan
Masa Pranatal adalah masa yang berlangsung sejak pertemuan sel telur seorang
ibu dengan spermatozoid seorang ayah sampai seorang bayi lahir. Pada masa ini
hubungan janin dengan sang ibu sangan erat sehingga, sebisa mungkin si ibu
menghindari benturan, menjaga emosional, dan menjauhi hal-hal yang diharamkan
oleh syari’at. (Nawawi, 1993: 151)
C.
Pendidikan
Islam Masa Bayi
Masa bayi ini
berlangsung dari bayi umur 0 sampai 3 tahun. Pada masa ini seorang Ibu harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Memberikan
nama pada anak
2.
Melaksanakan
aqiqah anak
3.
Menyusui
anak minimal 2 tahun
4.
Merawat
dan mendidik anak
5.
Hindari
konflik rumah tangga yang akan mempengaruhi psikis si anak. (Mas’udi; 1997:
130)
D.
Pendidikan
Islam Masa Kanak-kanak
Pendidikan masa
kanak-kanak berlangsung dari usia 3-12 tahun. Pada usia 3-6 tahun, anak
memiliki egosentris (raja kecil), oleh karena itu orang tua harus sabar dalam
mengahadapinya.
1.
Permulaan
masa kanak-kanak
Pada usia 3-5
tahun, orang tua sebaiknya jangan terlau memaksakan kehendak, tetapi mulailah
secara perlahan tanamkan sifat disiplin dalam mengerjakan suatu hal.
2.
Pertengahan
masa kanak-kanak
Masa ini
terjadi dalam rentan waktu 6-9 tahun. Ppada masa ini, anak diutamakan dididik
akhlaq mereka, serta cara bertingkah laku dengan alam sekitar
3.
Akhir
masa kanak-kanak
Masa ini
terjadi di rentan usia 9-12 tahun. Sebaiknya, orang tua mengarahkan mereka
untuk menata pribadi mereka supaya lebih siap untuk mengikuti pendidikan formal
selanjutnya.
E.
Pendidikan
Islam Masa Remaja
Masa ini
terjadi pada rentan usia 12-21 tahun. Fase ini dibagi lagi atas tiga fase,
yaitu:
1.
Masa
Pra-remaja (12-15 tahun)
Pada
masa ini, anak memiliki kecenderungan untuk bersaing antar teman dalam belajar,
akan tetapi pada masa ini pula keguncangan dan rasa putus asa sering muncul
pada si anak.
2.
Masa
Pubertas (15-18)
Pada
masa ini si anak mencoba mempersiapkan dirinya untuk berubah menjadi lebih
dewasa dan bersikap mandiri, maka sebaiknya seorang pendidik harus mengarahkan
mereka untuk selalu menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada sang Khaliq.
3.
Akhir
Masa Remaja (18-21)
Pada
masa ini karakteristik yang paling dominan adalah terbentuknya pandangan hidup
tertentu berdasarkan falsafah hidup yang disadari atau tidak disadari telah
menjadikan pengalaman dalam mengarungi kehidupan.
F.
Pendidikan
Islam Masa Dewasa
Pada
masa ini, biasanya mereka sudah memiliki kepribadian yang matang. Mereka sudah
memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem
nilai yang berasal dari norma-norma agama maupun yang berada dalam kehidupan
atau ajaran agama.
BAB IX
PENDIDIKAN
ORANG DEWASA
A.
Pendahuluan
Pendidikan
Orang dewasa lebih mentitikberatkan pada belajar secara berkelanjutan sepanjang
hayat untuk mempelajari keterammpilan yang dapat digunakan dalam mengarahkan
diri sendiri. Mereka lebih suka belajar dengan cara pemecahan masalah, daripada
model hafalan, tujuan orang dewasa mengikuti pendidikan bervariasi. Ada yang
bertujuan untuk promosi, naik pangkat, dan lain-lain. Ada juga yang bertujuan
untuk memperluas interaksi sosial antara sessama peserta atau memperdalam ilmu
itu sendiri.
B.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Pendidikan Orang Dewasa
Belajar
bagi orang dewasa adalah bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk selalu
bertanya dan mencari jawabannya. (Kumpulan Materi, 2004: (4-4). Jikalau
pendidikan anak adalah proses pemberian dasar-dasar pengetahuan, pembentukan
sikap mental dan moral, serta pendidikan kewarganegaraan. Berbeda halnya Orang
Dewasa, pendidikan Orang Dewasa lebih mentitikberatkan pada peningkatan
kehidupan mereka, memberikan keterampilan dan kemampuan untuk memecahkan
problem-problem yang mereka alami dalam hidup mereka dan dalam masyarakat.
Pendidikan
orang dewasa dilakukan secara Androgogik, yakni tujuan pendidikan orang
dewasa itu sendiri bertujuan untuk dapat menjadi guru bagi mereka sendiri dan
dapat mengarahkan hidup mereka secara mandiri. Sedangkan menurut UNESCO, Pendidikan
Orang Dewasa adalah proses pendidikan yang diorganisasikan isinya,
tingkatannya, dan metodenya secara formal maupun non-formalsekolah dalam rangka
meningkatkan kemampuan, memperkaya pengeahuan, merndapatkan keterampilan, dan
membawa perubahan sikap seseorang sebagai tenaga pembangunan yang mampu
berpartisipasi aktif dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya. (Kumpulan
Materi, 2004: (4-5).
C.
Kebutuhan
Orang Dewasa akan Pendidikan
Dapat
dipastikan, semua orang dewasa membutuhkan ilmu pengetahuan tambahan. Hal itu
mudah dipahami, karena ilmu di dunia ini semakin berkembang sesuai perkembangan
zaman pula. Apabila dibandingkan dengan masa Nabi Adam AS dahulu, masa sekarang
telah memperlihatkan banyak kemajuan yang dicapai oleh manusia. Tambahan
pengetahuan dan pengalaman terjadi karena manusia menghadapi berbagaiproblem
dan kesukaran dalam hidupnya.
Ada
beberapa alasan lagi, kenapa Orang dewasa membutuhkan pengetahuan trambahan,
yaitu :
1.
Adanya
tantangan kemajuan teknologi yang semakin pesat
2.
Adanya
masalah hubungan sosial yang mereka hadapi
3.
Adanya
masalah hubungan pembinaan keluarga
4.
Adanya
masalah tentang pendidikan Anak.
D.
Bentuk/Cara
Pendidikan Orang Dewasa
Zakiah
Daradjat (1980: 14-18) mengemukakan bahwa diantara cara yang dapat dilakukan
oleh orang dewasa dalam proses pendidikan adalah cara yang tidak formal,
ceramah umum, diskusi atau tukar pikiran, pengajian/penerangan agama, kursus
atau sekolah secara teratur, pendidikan melaui bacaan, pendidikan melalui radio
atau televisi, dan biro-biro konsultasi.
E.
Peranan
Lembaga-lembaga Pendidikan Agama
Diantara
Lembaga-lembaga pendidikan yang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji ilmu
Islamiyyah, antara lain:
1.
Masjid
(surau, langgar, mushalla, meusanah)
2.
Majelis
ta’lim
3.
Kursus-kursus
keagamaan
4.
Badan-badan
konsultasi keagamaan
5.
Musabaqah
Tilawatil Qur’an (MTQ)
BAB X
KELEMBAGAAN
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga
menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). (depdikbud,
1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan, menurut Ahmad D. Marimba adalah
organisasi/kelompok manusia yang karena satu tanggung jawab pendidikan kepada
si terdidik sesuai dengan badan tersebut. (Marimba, 1987:56).
Sedangkan
lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk Organisasi yang diajukan untuk
mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen, maupun yang
berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan
fungsi-sungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat
Individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan
hukum tersendiri. (Muhaimin, 1993:286).
B.
Jenis
Lembaga Pendidikan Islam
Menurut Sidi
Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
1.
Rumah
tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai
usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili,
saudara-saudara, teman sepermainan dan kenalan pergaulan.
2.
Sekolah,
yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah
sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang
profesional.
3.
Kesatuan
sosial, pendidikan tersier yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi
bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana
masyarakat setempat. (Gazalba, 1970: 26-27)
C.
Tugas
Lembaga Pendidikan Islam
1.
Hh
2.
Tugas
Sekolah (Madrasah)
An-nahlawi
mengemukakan bahwa sekolah (Madrasah) sebagai lembaga pendidikan harus
mengemban tugas sebagai berikut:
a.
Merealisasikan
pendidikan yang didasarkan atas prinsip fikir, aqidah, dan syariah, yang
diarahkan untuk mencapaio tujuan pendidikan. Bentuk reaklisasi itu adalah agar
peserta didik beribadah mentauhidkan Allah tunduk dan patuh atas perintah dan
syariatnya.
b.
Memelihara
fitrah peserta didik sebagai insan mulia, agar ia tidak menyimpang tujuan Allah
menciptakannya.
c.
Memberikan
kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara
mengintregasikan antara Ilmu Alam, Ilmu Sosial, Ilmu Ekstra dengan landasan
Ilmu Agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan
iptek.
d.
Membersihkan
pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena
pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi.
e.
Memberikan
wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran
peserta didik menjadi berkembang.
f.
Menciptakan
suasana kesatuan dan keasamaan antara peserta didik. Tanpa merendahkan salah
satu etnis/budaya tertentu.
g.
Tugas
mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan
keluarga, masjid, dan pesantrenmempunyai saham tersendiri dalam merealisasikan
tujuan pendidikan , tetapi pemberian saham itu harus dikombinasikan dengan
peran madrasah itu sendiri.
h.
Menyempurnakan
tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren. (Muhaimin,
1994: 307-308)
3.
Tugas
Lembaga Pendidikan Masyarakat
Seperrti
yang dikemukakan sebelumnya, bahwa banyak sekali lembaga pendidikan yang ada,
namun yang akan diterangkan disini hanya Pesantren dan Masjid yang sangat
memiliki peranan penting.
a.
Tugas
Masjid
Menurut
Al-abdi, tempat yang terbaik untuk belajar adalah Masjid karena dengan duduk di
Masjid akan menampakkan hidupnya Sunnah, bid’ah-bid’ah dapat dimatikan, dan
hukum-hukum Tuhan dapat diungkapkan.
b.
Tugas
Pesantren
Menurut
Yusuf Amer Faisal, beberapa tugas Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam
adalah :
1)
Mencetak
Ulama-ulama yang menguasai Ilmu Agama
2)
Mendidik
Muslim yang dapat melaksanakan Syari’at Agama
3)
Mendidik
agar Objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat
beragama.
BAB XI
KURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Kurikulum
Dalam dalam Kamus Webster Kurikulum diartikan du
macam, yakni:
1.
Sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau
perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2.
Sejumlah
mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.
(Tafsir, 2007: 53)
B.
Prinsip-prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
Adapun
prinsip-prinsip Kurikulum pendidikan Islam menurut Mujib (2006: 131-133) adalah
sebagai berikut:
1.
Prinsip
yang berorientasi pada tujuan “al-umur bi maqashidiha” merupakan adagium
ushuliyyah yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah, sehingga
tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat tercapai.
2.
Prinsip
relevansi. Implikasian adalah meluluskan agar kurikulum yang ditretapkan haru s
dibentuk sedemikian rupa, memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja membutuhkan
masyarakat, serta tuntunan vertikal dalam mendalami nilai-nilai Ilahi sebagai
rahmatan lil ‘alamin
3.
Prinsip
Efisiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain
secara cermat dan tepat membuahkan hasil memadai dan memenuhi harapan seorang
muslim untuk menghargai waktu sebaik-baiknya.
4.
Prinsip
Fleksibilitas program.inplikasinya adalah kurikulum di susun begiyu
luas,sehingga mampu dusesuaikan dengan situasi setempat,waktu dan kondisi yg
berkembang tanpa menguabah tujuan pendidikan yang di inginkan.
5.
Prinsip
intregritas.inplikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar menghasilkan
manusia seutuhnya,manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas
zikir dan fakultas fikir,serta manusia
yang mampu menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat.
6.
Prinsip
kontinuitas.inplikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari
bagian yang berkesinambunang dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya.
7.
Prinsip
singkronnisme.inplikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat
seirama,searah,dan setujuan.
8.
Prinsip
objectivitas.inplikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui
tuntutan kebenaran ilmiah yang objectiv.
9.
Prinsip
demokkratis.inplikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus di lakukan secara
demokrasi.
10.
Prinsip
analisis kegiatan.prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum di konstruksikan
melalui proses analisis isi bahan matapelajaran serta analisis tingkah laku
yang sesuai dengan materi pelajaran.
11.
Prinsip
individualisasi.prinsip kurukulum yg memperhatikan perbedaan pembawaan dan
lingkungan.
12.
Prinsip
pendidikan seumur hidup.konsep ini di terapkan dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi subjec manusia
sebagai subjec yang akan berkembang (tim depag RI, 1979:18).
C.
Isi
Kurikulum Pendidikan Islam
Syarat-syarat
yang perlu diajukan dalam perumusan kurikulum, yaitu sebagai berikut:
1.
Materi
yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.
Adanya
relevansi dengan tujuan pendidikan Islam.
3.
Disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4.
Perlunya
membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan meiliki
fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan-keterampilan yang
riil.
5.
Penyusunan
kurikulum bersifat Integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala
kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya.
6.
Materi
yang disusun memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang
sedang dibicarakan, dan relevan dengan tujuan negara setempat.
7.
Adanya
metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan
perbedaan masing-masing individu.
8.
Materi
yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9.
Memperhatikan
aspek-aspek sosial, misalnya Dakwah Islamiyyah.
10.
Materi
yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik.
11.
Memperhatikan
kepuasan pembawaan fitrah
12.
Adanya
Ilmu Alat untuk mempelajari Ilmu-ilmu lain. (An-Nahlawi, 1979: 177-179 dan
Asy-Syaibani, 1987: 173-186).
Sedangkan
Isi Kurikulumnya sendiri, berdasarkan Keputusan Konferensi di Islamabad,
Kurikulum terbagi atas dua macam, yakni:
1.
Grup
Parennial (Naqliyyah). Misal: Ilmu Alqur’an (meliputi qiraat, hifzh, tafsir,
sunah, sirah, tauhid, fiqh, ushul fiqh, dan sejenisnya.)
2.
Grup
Acquired (Aqliyyah). Misal: Seni (kaligrafi, arsitektur, politik, sosiologi,
dll.), ilmu murni (meliputi engineering dan teknologi, ilmu kedokteran, dll),
Ilmu Praktik (Ilmu perdagangan, Ilmu Administrasi, Ilmu Perpustakaan). (Ali
Ashraf, 1989: 116).
BAB XII
METODE
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Metode
Metode
atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha dan hodos, metha
berarti melaului atau melewati, sedangkan hodos jalan atau cara. Jadi,
Metode adalah jalan atau cara yang
dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
B.
Pendekatan
Metode Pendidikan Islam
Berdasarkan
Q.S Al-Baqarah ayat 151 dan Q.S Ali Imran ayat 104, Jalaluddin Rahmat (1979:
117-119) dan Zainal Abidin Ahmad (1979: 138-140) merumuskan pendekatan
pendidikan Islam sebagai berikut:
1.
Pendekatan
Tilawah (pengajaran)
2.
Pendekatan
Tazkiyah (penyucian)
3.
Pendekatan
Ta’limul Kitab (al-Qur’an)
4.
Pendekatan
Ta’lim Al-hikmah
5.
Yu’allim
kum ma lam takunu Ta’lamun
6.
Pendekatan
Ishlah (perbaikan).
C.
Asas-asas
Metode Pendidikan Islam
Prof. Dr.
Mukhtar Yahya merumuskan empat asas umum metode pendidikan Islam, yaitu sebagai
berikut:
1.
At-tawassu’
fi Al-maqashid la fi Al-‘alah.
Mengarahkan
agar pembelajaran tersebut mengarah pada Ilmu yang dituju, bukan Ilmu Alatnya,
misal al-Qur’an (ilmu yang dituju) dan nahwu, shorof (ilmu alat).
2.
Mura’at
Al-Isti’dad wa Thab’i
Prinsip ini
mengindahkan kecenderungan dan perwatakan atau pembawaan peserta didik.
3.
At-Tadarruj
fi At-talqin
Prinsip
ini bermaksud memberikan pengetahuan
secara berangsur-angsur/perlahan.
4.
Min
Al-Mahsus ila Al-Ma’qul
D.
Beberapa
Metode Pendidikan Islam
Abdurrahman
An-nahlawi (1989: 283-284) mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang dipergunakan
dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1.
Pendidikan
dengan Hiwar Qur’ani
2.
Pendidikan
dengan kisah Qur’ani dan Nabawi
3.
Pendidikan
dengan pPerumpamaan
4.
Pendidikan
dengan Teladan
5.
Pendidikan
dengan Latihan dan Pengamalan
6.
Pendidikan
dengan Ibrah dan Mau’idzah
7.
Pendidikan
dengan Targhib dan Tarhib
BAB XIII
EVALUASI DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Evaluasi Pendidikan Islam
Penilaian
atau Evaluasi menurut Edwind Wand dan Gerald W. Brown adalah “ the act or
process to determaining the value of something” (Wind, 1957:1).
Evaluasi dalam
pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku
peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensifdari
seluruh aspek kehidupan
mental-psikologis dan spiritual-religius karena manusia hasil pendidikan
Islam bukan saja sosok pribadi yang religius, melainkan juga berilmu dan
berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan
Masyarakatnya. (Arifin, 1991: 238)
B.
Tujuan
dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam
pendidikan Islam tujuan Evaluasi lebih dipentingkan pada penguasaan sikap
(afektif dan psikomotor) ketimbang aspek kognitif. (Nizar, 2002: 80). Penekanan
inibertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besar
meliputi empat hal, sebagai berikut:
1.
Sikap
dan pengamalan terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya
2.
Sikap
dan pengamalan terhadap hubungan pribadinya dengan masyarakatnya
3.
Sikap
dan pengamalan terhadap arti hubungan kehidupannya dengan Alam sekitarnya
4.
Sikap
dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, anggota Masyarakat,
serta Khalifah Allah SWT.
Fungsi
Pendidikan Islam ada empat, yaitu:
1.
Dari
segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui
sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
2.
Dari
segi peserta didik, evaluasi berfungsi sebagai pembantu peserta didik untuk
mengembangkan atau mengubah tingkah lakunyasecara sadar ke arah yang lebih
baik.
3.
Dari
segi ahli pikir pendidikan Islam, evaluasi berfungsi untuk membantu para pemikir
pendidikan Islam untuk mengetahui kelemahan-kelemahan teori Pendidikan Islam,
dan membantu mereka dalam merumuskan kembaliteori-teori Pendidikan Islam yang
Relevan dengan zaman.
4.
Dari
segi politik, pengambil kebijakan pendidikan Islam (pemerintah), evaluasi
berfungsi untuk membvantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan
mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam sistem pendidikan
nasional (Islam).
C.
Prinsip-prinsip
Evaluasi Pendidikan Islam
Prinsip yang
harus dilakukan dalam Evaluasi Pendidikan Islam adalah :
1.
Evaluasi
mengacu pada tujuan
2.
Evaluasi
dilaksanakan secara Objektif
3.
Evaluasi
harus dilakukan secara Komprehensif
4.
Evaluasi
harus dilakukan secara Kontinu (terus-menerus)
D.
Jenis
Evaluasi Pendidikan Islam
Jenis-jenis
Evaluasi Pendidikan Islam dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai
berikut:
1.
Evaluasi
Formatif (menetapkan tingkat penguasaan materi)
2.
EvaluasiSumatif
(Penilaian secara keseluruhan terhadap suatu proses belajar mengajar dalam
kurun waktu tertentu)
3.
Evaluasi
Diagnostik (penilaian yang dipusatkan pada salah satu titik, misal: kesamaan
minat dan bakat Peserta didik.
4.
Evaluasi
Penempatan (placement evaluation)
Evaluasi jenis
ini mentikberatkan kepada tiga hal:
a.
Ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pada saat awal belajar yang
dibutuhkan oleh peserta didik.
b.
Pengetahuan
peserta didik tentang tujuan pengajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.
c.
Minat
dan perhatian serta corak kepribadian yang mengarah pada cara/metode belajar
peserta didik tertentu. (Arifin, 1991: 245)
E.
Syarat-syarat
Evaluasi Pendidikan Islam
Syarat-syarat
Evaluasi Pendidikan antara lain:
1.
Validity, tes harus dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya
dievaluasi.
2.
Reliable.
Tes yang dapat menggambarkan tentang
kesanggupan peserta didik sesungguhnya, tanpa adanya rekayasa.
3.
Efisiensi. Tes yang mudah dalam administrasi, penilaian, dan
interpretasinya.
BAB XIV
PRINSIP-PRINSIP
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
Prinsip
berarti “asa atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak, dan
sebagainya”. (Salim, 2002: 1442). Menurut Ramayulis, prinsip pendidikan dapat
diartikan sebagai kebenaran yang bersifat Universal, yang dijadikan dalam
perumusan perangkat pendidikan. (Ramayulis, 1994: 109)
Pendidikan
sebagai suatu proses pengembangan segenap potensi peserta didik menuju kualitas
manusia yang ideal, perlku direncanakan dan dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip
yang benar. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: prinsip terpadu (integral) dan
seimbang (Ramayulis, 1994: 109), merupakan bagian dari proses rububiyyah,
membentuk manusia seutuhnya, selalu berkaitan dengan agama dan bersifat terbuka
(Maksum, 1999: 28-31), menjaga perbedaan Individual (Asy-Syaibani, 1979: 443),
serta berlangsung sepanjang hayat (Jalaluddin, 2001: 108).
B.
Prinsip
Integral dan Seimbang
1.
Prinsip
integral yang dimaksud adalah ketika sains dan agama berjalan lurus tanpa
adanya ketimpangan pada salah satunya, atau bisa dibilang keduanya terintegrasi
secara harmonis.
2.
Prinsip
seimbang yang dimaksud adalah adanya keseimbangan antara Ilmu dan Amal, urusan
hubungan Allah dengan sesama manusia, hak dan kewajiban.
C.
Prinsip
Bagian dari Proses Rubbubiyah
Prinsip
pendidikan Islam yang hakiki adalah yang mengarahkan peserta didiknya untuk
mampu mengemban tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yakni Khalifatullah Fil Ard.
D.
Prinsip
Membentuk Manusia Seutuhnya
Prinsip
ini harus direalisasikan oleh para pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik
harus mampu membentuk kecerdasan Intelektual, kecerdasan Emosional, dan
kecerdasan Spiritual.
E.
Prinsip
Selalu Berkaitan dengan Agama
Prinsip
ini dimaksudkan supaya peserta didik dapat mengerti bahwa menuntut Ilmu itu
merupakan bagian dari agama. Proses ini, nantinya akan membawa dampak positif
pada keyakinan terhadap Agamanya yang semakin kuat.
F.
Prinsip
Terbuka
Prinsip
ini dimaksudkan agar peserta didik bisa lebih aktif berkomunikasi denga para
pendidik supaya tercipta iklim belajar yang komunikatif, yang berimplikasi pada
rasa percaya diri peserta didik yang akan terus berkembang.
G.
Menjaga
Perbedaan Individual
Pendidik harus
mampu memahami perbedaan setiap individual, baik dari segi kemampuan
intelektualnya, cara mereka belajar,
serta minat dan bakat peserta didik, dan setelah itu para pendidik harus mampu
mengakomodasi perbedaan tersebut agar tak menjadikannya hambatan.
H.
Prinsip
Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat
Mengingat
pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang ber-Akhlaqul Karimah,
sedangkan pembentukan itu berlangsung pada rentan waktu yang sangat lama,
bahkan sepanjang hayat, seperti pada hadist Nabi SAW “tuntutlah Ilmu dari
buaian sampai liang lahat” atau orang barat mengenalnya dengan istilah Life
long Education
BAB XV
KEDUDUKAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A.
Pendahuluan
Dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
diterangkan bahwa pengayoman ke semua bentuk, jenis, jalur, dan jenjang
pendidikan yang ada di negeri ini. Pendidikan Agama (dengan berbagai ragamnya),
menrupakan bagian Subsistem mendapat tempat yang sama. Tulisan ini dimaksudkan
hanya untuk melihat posisi pendidikan Islam dalam sistem Pendidikan Nasional.
Hal tersebut dapat kita lihat dari tinjauan tujuan, tinjaun metode, tinjauan
peserta didik dan kurikulum serta tinjauan kelembagaan.
B.
Tinjauan
Tujuan
Kompetensi-kompetensi
yang harus menjadi tujuan Pendidikan Islam ialah beriman dan bertaqwa,
beraqhlak mulia, mendekatkan diri kepada Allah, mencintai Agama, menegakkan
kebenaran, memiliki keterampilan dan keahlian baik Sains maupun Agama. Apabila
dicermati rumusan tujuan pendidikan nasional (pasal 3), maka kita akan melihat
Kompetensi yang diinginkan dari prosespendidikan Nasional tersebut meliputi
berkembangnya potensi peserta didik menjadi orang yang beriman dan bertaqwa,
berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Dengan begitu,
segala upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Islam berarti juga upaya untuk
mencapai tujuan Pendidikan Nasional.
C.
Tinjauan
Metode
Salah
satu metode yang paling vital pada pendidikan Islam ialah metode keteladanan
itu terlihat pada al-Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21, sedangkan pada Sistem
Pendidikan Nasional, metode keteladanan mendapat tempat dan perhatian khusus
seperti terlihat pada pasal 40 ayat (2) “pendidik dan tenaga kependidikan
berrkewajiban (a)menciptakan suasana pendidikan yang bermakna (b) mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (c) memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.”
Apabila
pasal tsb. dilaksanakan secara konsisten pada tiap lembaga pendidikan, maka
setiap pendidik yang menampilkan Akhlaq jelek akan mendapat perhatian yang
serius dari berbagai pihak terkait, yang akan berdampak pada pertimbangan menonaktifkan
pendidik tekait.
D.
Tinjauan
Peserta Didik dan Kurikulum
Berdasarkan
ketentuan pasal 12 ayat 1 poin a, semua peserta didik yang beragama Islam harus
mendaptkan pendidkan dimanapun ia belajar, kendatipun secara kelembagaan ia
berada diawah koordinasi yayasan non-muslim.
E.
Tinjauan
Kelembagaan
Dalam
pasal 18 dinyatakan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliya (MA), atau bentuk lain yang sederajat (pasal 18 ayat (3).
Kemudian satuan
pendidikan nonformalterdiri atas lembaga pelatihan, kelompok belajar, dan
majelis ta’lim, serta satuan pendidikan yang sejenis (pasal 26 ayat (4). Dalam
hal ini, kedudukan Majelis Ta’lim juga diakui sebagai lembaga pendidikan.
Pengakuan ini tentu berkonsekuensi logis dengan memberikan bantuan dana, dan
perlindungan kepada lembaga pendidikan Islam nonformal.
Kemudian
mengenai pendidikan keagamaandikemukakan dalam pasal 30 ayat (1) pendidikan
keagamaan diselenggarak oleh pemerintah dan/atau kelmpok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) pendidikan
keagamaan berfungsi untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli
Ilmu agama; (3) pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, non formal, dan informal; dan (4) pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan
bentuk lain yang sejenis.
Dari beberapa
paragraf diatas, dapat dipahami bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik
formal, maupun nonformal memiliki kedudukan yang kokoh dalam Sistem Pendidikan
Nasional. Dengan demikian, tidak ada pihak yang karena alasan rasionalitas,
efisiensi, apalagi tidak senang, dapat menghalangi pelaksanaan pendidikanIslam.
Apabila ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempersulit apalagi menghambat
proses pendidikan Islam, itu berarti aksi yang tidak simpatik dengan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, sekaligus termasuk tindakan melawan
pemerintah.
F.
Kesimpulan
Pendidikan
Islam sebagai subsistem pendidikan nasional yang dilaksanakan dan dinikmati
oleh sebagian besar warga negara menempati kedudukan yang penting. Tidak bisa
dipungkir bahwa hal ini merupakan nikmat Allah yang sangat besar bagi Umat
Islamdi Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta:
AMZAH).
0 komentar:
Posting Komentar