Kumpulan bermacam-macam makalah,tugas, serta serba-serbi dunia perkuliahan

Jumat, 29 April 2016

RESUME ILMU PENDIDIKAN ISLAM Karya Bukhari Umar



PENDAHULUAN
Pendidikan Islam sebenarnya telah lahir jauh sebelum pendidikan nasional, tetapi baru berbentuk pendidikan nonformal, tetapi setelah zaman semakin maju, Indonesia telah merdeka dan membuat kebijakan-kebijakn yang mengatur segala bentuk kependidikan yang ada di Indnesia dengan berbagai macam ras maupun beragam agama yang ada didalamnya, kemudian barulah lahir Lembaga Pendidikan Islam yang berbentuk Formal, seperti layaknya Madrasah Aliyah (MA), dll.
Beranjak dari situlah, segala hal yang berkaitan dengan kependidikan Islami diatur dalam Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional), namun apakah posisi Lembaga Pendidikan Islam diakui ? apakah Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia tidak terkekang dengan aturan-aturan tersebut ? dan bagaimana posisi Lembaga Pendidikan Islam itu sendiri dalam Sistem Pendidikan Nasional ?
Pada buku inilah semua itu akan terjawab, karna dalam buku karya Drs. Bukhari  Umar, M.Ag ini dibahas secara mendalam semua hal yang berkaitan dengan Pendidikan Islam di Indonesia. Semua disajikan dengan sangat apik, rinci namun mudah dimengerti, beliau selalu mengetengahkan segala perbedaan pendapat yang ada, tanpa condong kesalah satunya. Beliau pula membuat buku ini lebih memiliki kesan sumber yang valid, karena pada hampir semua sub bahasan dicantumkan nama tokoh terkait.
BAB I
PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA
A.      Istilah Manusia dalam al-Qur’an
Kata “manusia” menurut Al-Quraan berasal dari kata al-Insan, al-Basyar, dan al-Nas. Manusia disebut al Insan berasala dari kata nasiya yang berarti lupa mengandung makna bahwa manusia meilki kelebihan di antara mahluk lain tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu kadang lupa untuk tetap pada jalan Tuhan dalam bertindak. Manusia disebut al-Basyar sebab manusia sebenarnya sama dengan mahluk lain yaitu tunduk pada sunnatullah dan memiliki kesamaan dengan mahluk lainnya yaitu dari segi material atau dimensi alamiah saja. Manusia disebut an-Nas sebab manusia itu keadaannya labil antara tercela dan terpuji. Maka manusia merupakan mahluk allah yang unik dan sempurna.

B.       Fungsi penciptaan Manusia dalam al-Qur’an
1.    Selain itu kedudukan manusia yaitu sebagai khalifah Allah di bumi artinya manusia bukan sekedar menggantikan tetapi dengan arti yang luas dia harus mengikuti perintah yang digantikan (Allah). Allah berfirman dalam Q.S surat al-Baqarah: 72 yang artinya “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka Bumi.’ ”
2.    Kedudukan manusia dimuka bumi adalah sebagai hamba allah seperti yang diterangkan di Q.S Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

C.       Implikasi Konsep Manusia dalam Pendidikan Islam
Konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya harus dipertimbangkan dalam merumuskan teori-teori pendidikan Islam agar pendidikan Islam dapat mencapai hasil yang diharapkan. Upaya perumusan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan kewahyuan, empirik keilmuan, dan rasional filosofis. Pesan-pesan Allah SWT harus dipahami dengan pendekatan keilmuan dan filosofis.



BAB II
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian  Tarbiyah
Dalam Buku Mufradat, Ar-Raghib Al-Ashfahani (wafat 502 M), menyatakan bahwa makna asal al-Rab adalah at-Tarbiyah, yaitu memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.
B.       Pengertian Ta’lim
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan pengertian at-Ta’lim adalah sebuah upaya menyiapkan Individu dengan mengacu kepada aspek-aspek tertentu saja. Sedangkan, at-Tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan.
C.       Pengertian Ta’dib
Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaan-Nya. Ta’dib sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah).
D.      Pengertian Pendidikan Islam
Dalam Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan pengertian pendidikan Islam, yaitu: “ Bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan ruhani menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, megajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. “






BAB III
SUMBER DAN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.      Sumber Pendidikan Islam
Menurut Sa’id  Isma’il Ali, sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung (1980:35) sumber pendidikan Islam terdiri atas Enam macam, yaitu:
1.      Al-qur’an
2.      As-sunnah
3.      Perkataan Shahabat (Madzhab Shahabi)
4.      Kemaslahatan Umat/Sosial (Maslahat Mursalah)
5.      Tradisi atau kebiasaan (‘Urf)
6.      Hasil pemikiran para Ahli dalam Islam
B.       Dasar Pendidikan Islam
Tujuh Dasar Operasional dalam Pendidikan Islam, yakni :
1.         Dasar Historis
2.         Dasar Sosiologis
3.         Dasar Ekonomi
4.         Dasar Politik dan Administratif
5.         Dasar Psikologis
6.         Dasar Filosofis
7.         Dasar Religius


BAB IV
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian dan Fungsi Tujuan
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai. Pendidikan sebagai suatu usaha yang berproses melalui beberapa tahap dan tingkatan-tingkatan yang mempunyai tujuan-tujuan yang bertahap dan bertingkat pula.
Apabila dihubungkan dengan suatu usaha (proses) maka tujuan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.    Mengakhiri usaha
2.    Mengarahkan usaha
3.    Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain
4.    Memberi nilai (sifat) pada suatu usaha
B.       Prinsip-prinsip dalam Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Hilda Taba mengungkapkan beberapa Prinsip-prinsip pokok dalam perumusan tujuan pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Rumusan tujuan hendaknya meliputi aspek bentuk tingkah laku yang diharapkan (proses mental) dan bahan yang berkaitan dengannya (produk).
2.      Tujuan-tujuan yang kompleks harus ditata secara mapan, analitis dan spesifik, sehingga tampak jelas bentuk- bentuk tingkah laku yang diharapkan.
3.      Formulasi jelas untuk pembentukan tingkah lakuyang diinginkan dengan kegiatan belajar tertentu
4.      Tujuan tersebut pada umumnya bersifat Developmental yang mencerminkan arah yang hendak dicapai
5.      Formulasi harus realistis dan hendaknya memasukkan terjemahan kedalam kurikulum dan pengalaman belajar.
6.      Tujuan harus mencakup segala aspek perkembangan peserta didik yang menjadi tanggung jawab sekolah. (Muhaimin, 1991:20)
C.       Komponen-komponen  Tujuan Pendidikan Islam
Secara teoretis tujuan akhir dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1.      Tujuan Normatif (mengkristalisasikan nilai-nilai yang akan diinternalisasi)
a.    Tujuan Formatif (Korektif)
b.    Tujuan Selektif (membedakan yang benar dan salah)
c.    Tujuan Determinatif (penyetaraan kemampuan sesuai standar)
d.   Tujuan Integratif (memadukan fungsi psikis untuk tujuan akhir.
e.    Tujuan Aplikatif (memberikan kemampuan untuk praktek atas apa yang diperoleh)
2.      Tujuan fungsional (penggalian kemampuan peserta didik untuk menggunakan daya kognisi, afeksi, dan psikomotorik berdasarkan standar)
a.    Tujuan Individual (kemampuan Individu dalam mengamalkan nilai-nilai moral, intelektual, dan skill.
b.    Tujuan Sosial (kemampuan individu mengamalkan kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
c.    Tujuan Moral (kemampuan Individu menerapkan moral sesuai dengan tuntutan atasa motivasi agama, sosial, psikologis, dan dorongan bilogis.)
d.   Tujuan Profesional (mengamalkan skill mereka)
3.      Tujuan operasional (tujuan yang didasarkan pada teknis manajerial)
a.    Tujuan Umum (manusia Kamil)
b.    Tujuan Khusus (tujuan yang disesuaikan dengan keadaan)
c.    Tujuan tidak lengkap (tujuan yang hanya didasarkan pada aspek tertentu,misal: akhlaq.)
d.   Tujuan Insidental (praktek pada saat itu juga)
e.    Tujuan sementara (tujuan pada fase tertentu)
f.     Tujuan Intermedier (keterampilan penopang untuk mencapai tujuan sementara )
D.      Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Muhtar Yahya mengemukakan Formulasi pendidikan Islam lebih simpel, yaitu memberikan pemahaman tentang ajaran-ajaran Islam kepada peserta didik dan membentuk keluhuran budi pekerti sebagaimana misi Rasulullah SAW sebagai pengemban perintah menyempurnakan Akhlaq Manusia, untuk memenuhi kebutuhan kerja (Q.S An-nahl (16): 97, al-An’am (6): 132) dalam rangka menempuh hidup bahagia dunia dan akhirat (Q.S Al-Qashash (28): 77)

BAB V
FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pendidikan sebagai Pengembangan Potensi
Fungsi Pendidikan Islam ini merupakan realisasi dari pengertian tarbiyah al-insya’ (menumbuhkan atau mengaktualisasikan potensi). Asumsi tugas ini adalah bahwa manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupaka proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut.
B.       Pendidikan sebagai Pewarisan Budaya
Dalam Pendidikan Islam, pewarisan budaya-budaya Islami dapat dibedakan menjadi dua bagian :
1.      Nilai Ilahiyyah (Iman dan Taqwa)
2.      Nilai Insaniyyah (hidup dan berkembang sesuai peradaban manusia)
C.       Interaksi antara Potensi dan Budaya
Untuk harmonisasi antara potensi dan budaya, diperlukan adanya ‘intervensi’ eksternal yang datang dari Sang Khaliq atau biasa disebut dengan Hidayah (petunjuk) dari Allah SWT. Manusia hanya berusaha, dan Hidayah Allah lah yang menentukan.
BAB VI
PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.      Konsep Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
B.       Kedudukan Pendidik dalam Pendidikan Islam
Al-Ghazali menukil beberapa hadist Nabi tentang keutamaan seorang Pendidik. Ia berkesimpulan bahwa Pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individual) yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun. (Q.S at-Taubah (9): 122). Selanjutnya, Al-Ghazali menukil dari perkataan para Ulama yang menyatakan bahwa Pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya (nur) keilmiahannya.
C.       Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut Al-Ghazali, tugas Pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.
D.      Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidik Islam yang Profesional, harus memiliki Kompetensi yang lengkap meliputi :
1.      Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif, serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
2.      Penguasaan Strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya;
3.      Penguasaan Ilmu dan Kependidikan;
4.      Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan kependidikan Islam di masa depan.
5.      Memiliki kepekaan terhadap Informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
E.       Kode Etik Pendidik dalam Pendidikan Islam
Menurut Ibnu Jama’ah, yang dikutip oleh Abd al-Amir Syams ad-Din (1984: 18-24), etika Pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu:
1.      Etika yang terkait dengan dirinya sendir, yaitu:
a.       Memiliki sifat-sifat keagamaan (diniyyah) yang baik meliputi patuh dan tunduk terhadap Syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan.
b.      Memiliki sifat-sifat Akhlaq yang Mulia.
2.      Etika terhadap peserta didik
a.       Sifat-sifat sopan santun
b.      Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah)
3.      Etika dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a.       Sifat-sifat seni, yaitu seni mengajar supaya murid tidak jenuh.
b.      Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah)


BAB VII
PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Undang-undang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 4). Dalam Islam peserta didik bukanlah hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa yang masih berkembang, baik psikis, maupun fisik.
B.       Kebutuhan Peserta Didik
Al-Qussy membagi kebutuhan manusia (peserta didik) kedalam dua bagian pokok, yaitu:
1.      Kebtuhan Primer, meliputi kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, sex, dll.
2.      Kebutuhan Sekunder, meliputi kebutuhan Ruhaniah.
3.      Selanjutnya Ia membagi kebutuhan Ruhaniah menjadi enam macam, yakni:
a.       Kebutuhan akan rasa kasih sayang
b.      Kebutuhan akan rasa aman
c.       Kebutuha akan rasa harga diri
d.      Kebutuhan akan rasa bebas
e.       Kebutuhan akan rasa sukses
f.       Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia, seperti pengetahuan lainyang ada pada setiap manusia. (Abdul Aziz Al-Qussy, 1974: 177)
C.       Kode Etik Peserta Didik
Al-Ghazali merumuskan 11 poko kode etik Peserta didik, sebagai berikut:
1.      Belajar dengan Niat ibadah dalam rangka taqarrub ilallah.
2.      Mengurangi kecenderungan terhadap duniawi.
3.      Bersikap tawadhu’.
4.      Menjaga pikiran dari pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5.      Mempelajari Ilmu-ilmu yang terpuji.
6.      Belajar Ilmu sampai tuntas, baru ke disiplin Ilmu lain.
7.      Mengenal nilai-nilai Ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
8.      Memprioritaskan Ilmu diniyyah sebelum memasuki Ilmu duniawi.
9.      Mengenal nilai-nilai pragmatis, yakni, ilmu itu dapat bermanfaat bagi kita di dunia dan akhirat.
10.  Peserta didik harus tunduk terhadap Pendidik.
11.  Belajar dengan bertahap/berjenjang, dari Ilmu yang fardhu ‘ain ke Ilmu yang fardhu kifayah.
D.      Pengaruh Lingkungan terhadap Peserta Didik
Tiga lingkungan sekitar peserta didik yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan peserta didik, Lingkungan Keluarga, Lingkungan Teman, serta Pengaruh Setan.
BAB VIII
FASE/PERIODESASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pendidikan Islam Masa Pra-Konsepsi
Pendidikan Pra-Konsepsi merupakan awal dari suatu pernikahan atau disebut juga dengan pemilihan jodoh, yaitu ketika seorang pria mencari seorang wanita yang dapat menjadi teman hidupnya dan dapat bekerja sama dalam membina rumah tangga bahagia. Dalam hal ini, Rasulullah mengajarkan (As-sijistany, 2, tt. :219): Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “perempuan itu dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Pilihlah yang beragama, maka engkau akan selamat.”
B.       Pendidikan Islam Masa Pranatal
Pendidikan Masa Pranatal adalah masa yang berlangsung sejak pertemuan sel telur seorang ibu dengan spermatozoid seorang ayah sampai seorang bayi lahir. Pada masa ini hubungan janin dengan sang ibu sangan erat sehingga, sebisa mungkin si ibu menghindari benturan, menjaga emosional, dan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh syari’at. (Nawawi, 1993: 151)

C.       Pendidikan Islam Masa Bayi
Masa bayi ini berlangsung dari bayi umur 0 sampai 3 tahun. Pada masa ini seorang Ibu harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Memberikan nama pada anak
2.      Melaksanakan aqiqah anak
3.      Menyusui anak minimal 2 tahun
4.      Merawat dan mendidik anak
5.      Hindari konflik rumah tangga yang akan mempengaruhi psikis si anak. (Mas’udi; 1997: 130)
D.      Pendidikan Islam Masa Kanak-kanak
Pendidikan masa kanak-kanak berlangsung dari usia 3-12 tahun. Pada usia 3-6 tahun, anak memiliki egosentris (raja kecil), oleh karena itu orang tua harus sabar dalam mengahadapinya.
1.      Permulaan masa kanak-kanak
Pada usia 3-5 tahun, orang tua sebaiknya jangan terlau memaksakan kehendak, tetapi mulailah secara perlahan tanamkan sifat disiplin dalam mengerjakan suatu hal.
2.      Pertengahan masa kanak-kanak
Masa ini terjadi dalam rentan waktu 6-9 tahun. Ppada masa ini, anak diutamakan dididik akhlaq mereka, serta cara bertingkah laku dengan alam sekitar
3.      Akhir masa kanak-kanak
Masa ini terjadi di rentan usia 9-12 tahun. Sebaiknya, orang tua mengarahkan mereka untuk menata pribadi mereka supaya lebih siap untuk mengikuti pendidikan formal selanjutnya.
E.       Pendidikan Islam Masa Remaja
Masa ini terjadi pada rentan usia 12-21 tahun. Fase ini dibagi lagi atas tiga fase, yaitu:
1.      Masa Pra-remaja (12-15 tahun)
Pada masa ini, anak memiliki kecenderungan untuk bersaing antar teman dalam belajar, akan tetapi pada masa ini pula keguncangan dan rasa putus asa sering muncul pada si anak.
2.      Masa Pubertas (15-18)
Pada masa ini si anak mencoba mempersiapkan dirinya untuk berubah menjadi lebih dewasa dan bersikap mandiri, maka sebaiknya seorang pendidik harus mengarahkan mereka untuk selalu menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada sang Khaliq.
3.      Akhir Masa Remaja (18-21)
Pada masa ini karakteristik yang paling dominan adalah terbentuknya pandangan hidup tertentu berdasarkan falsafah hidup yang disadari atau tidak disadari telah menjadikan pengalaman dalam mengarungi kehidupan.

F.        Pendidikan Islam  Masa Dewasa
Pada masa ini, biasanya mereka sudah memiliki kepribadian yang matang. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang berasal dari norma-norma agama maupun yang berada dalam kehidupan atau ajaran agama.
BAB IX
PENDIDIKAN ORANG DEWASA
A.      Pendahuluan
Pendidikan Orang dewasa lebih mentitikberatkan pada belajar secara berkelanjutan sepanjang hayat untuk mempelajari keterammpilan yang dapat digunakan dalam mengarahkan diri sendiri. Mereka lebih suka belajar dengan cara pemecahan masalah, daripada model hafalan, tujuan orang dewasa mengikuti pendidikan bervariasi. Ada yang bertujuan untuk promosi, naik pangkat, dan lain-lain. Ada juga yang bertujuan untuk memperluas interaksi sosial antara sessama peserta atau memperdalam ilmu itu sendiri.
B.       Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Orang Dewasa
Belajar bagi orang dewasa adalah bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk selalu bertanya dan mencari jawabannya. (Kumpulan Materi, 2004: (4-4). Jikalau pendidikan anak adalah proses pemberian dasar-dasar pengetahuan, pembentukan sikap mental dan moral, serta pendidikan kewarganegaraan. Berbeda halnya Orang Dewasa, pendidikan Orang Dewasa lebih mentitikberatkan pada peningkatan kehidupan mereka, memberikan keterampilan dan kemampuan untuk memecahkan problem-problem yang mereka alami dalam hidup mereka dan dalam masyarakat.
Pendidikan orang dewasa dilakukan secara Androgogik, yakni tujuan pendidikan orang dewasa itu sendiri bertujuan untuk dapat menjadi guru bagi mereka sendiri dan dapat mengarahkan hidup mereka secara mandiri. Sedangkan menurut UNESCO, Pendidikan Orang Dewasa adalah proses pendidikan yang diorganisasikan isinya, tingkatannya, dan metodenya secara formal maupun non-formalsekolah dalam rangka meningkatkan kemampuan, memperkaya pengeahuan, merndapatkan keterampilan, dan membawa perubahan sikap seseorang sebagai tenaga pembangunan yang mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya. (Kumpulan Materi, 2004: (4-5). 
C.       Kebutuhan Orang Dewasa akan Pendidikan
Dapat dipastikan, semua orang dewasa membutuhkan ilmu pengetahuan tambahan. Hal itu mudah dipahami, karena ilmu di dunia ini semakin berkembang sesuai perkembangan zaman pula. Apabila dibandingkan dengan masa Nabi Adam AS dahulu, masa sekarang telah memperlihatkan banyak kemajuan yang dicapai oleh manusia. Tambahan pengetahuan dan pengalaman terjadi karena manusia menghadapi berbagaiproblem dan kesukaran dalam hidupnya.
Ada beberapa alasan lagi, kenapa Orang dewasa membutuhkan pengetahuan trambahan, yaitu :
1.      Adanya tantangan kemajuan teknologi yang semakin pesat
2.      Adanya masalah hubungan sosial yang mereka hadapi
3.      Adanya masalah hubungan pembinaan keluarga
4.      Adanya masalah tentang pendidikan Anak.
D.      Bentuk/Cara Pendidikan Orang Dewasa
Zakiah Daradjat (1980: 14-18) mengemukakan bahwa diantara cara yang dapat dilakukan oleh orang dewasa dalam proses pendidikan adalah cara yang tidak formal, ceramah umum, diskusi atau tukar pikiran, pengajian/penerangan agama, kursus atau sekolah secara teratur, pendidikan melaui bacaan, pendidikan melalui radio atau televisi, dan biro-biro konsultasi.
E.       Peranan Lembaga-lembaga Pendidikan Agama
Diantara Lembaga-lembaga pendidikan yang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji ilmu Islamiyyah, antara lain:
1.      Masjid (surau, langgar, mushalla, meusanah)
2.      Majelis ta’lim
3.      Kursus-kursus keagamaan
4.      Badan-badan konsultasi keagamaan
5.      Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

BAB X
KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). (depdikbud, 1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan, menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi/kelompok manusia yang karena satu tanggung jawab pendidikan kepada si terdidik sesuai dengan badan tersebut. (Marimba, 1987:56).
Sedangkan lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk Organisasi yang diajukan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsi-sungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat Individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri. (Muhaimin, 1993:286).
B.       Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.    Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan dan kenalan pergaulan.
2.    Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3.    Kesatuan sosial, pendidikan tersier yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat. (Gazalba, 1970: 26-27)
C.       Tugas Lembaga Pendidikan Islam
1.      Hh
2.      Tugas Sekolah (Madrasah)
An-nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (Madrasah) sebagai lembaga pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
a.       Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip fikir, aqidah, dan syariah, yang diarahkan untuk mencapaio tujuan pendidikan. Bentuk reaklisasi itu adalah agar peserta didik beribadah mentauhidkan Allah tunduk dan patuh atas perintah dan syariatnya.
b.      Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan mulia, agar ia tidak menyimpang tujuan Allah menciptakannya.
c.       Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintregasikan antara Ilmu Alam, Ilmu Sosial, Ilmu Ekstra dengan landasan Ilmu Agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan iptek.
d.      Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi.
e.       Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang.
f.       Menciptakan suasana kesatuan dan keasamaan antara peserta didik. Tanpa merendahkan salah satu etnis/budaya tertentu.
g.      Tugas mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantrenmempunyai saham tersendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan , tetapi pemberian saham itu harus dikombinasikan dengan peran madrasah itu sendiri.
h.      Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren. (Muhaimin, 1994: 307-308)
3.      Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
Seperrti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa banyak sekali lembaga pendidikan yang ada, namun yang akan diterangkan disini hanya Pesantren dan Masjid yang sangat memiliki peranan penting.
a.         Tugas Masjid
Menurut Al-abdi, tempat yang terbaik untuk belajar adalah Masjid karena dengan duduk di Masjid akan menampakkan hidupnya Sunnah, bid’ah-bid’ah dapat dimatikan, dan hukum-hukum Tuhan dapat diungkapkan.
b.        Tugas Pesantren
Menurut Yusuf Amer Faisal, beberapa tugas Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam adalah :
1)   Mencetak Ulama-ulama yang menguasai Ilmu Agama
2)   Mendidik Muslim yang dapat melaksanakan Syari’at Agama
3)   Mendidik agar Objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.
BAB XI
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian Kurikulum
Dalam  dalam Kamus Webster Kurikulum diartikan du macam, yakni:
1.      Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2.      Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan. (Tafsir, 2007: 53)
B.       Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Adapun prinsip-prinsip Kurikulum pendidikan Islam menurut Mujib (2006: 131-133) adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip yang berorientasi pada tujuan “al-umur bi maqashidiha” merupakan adagium ushuliyyah yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah, sehingga tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat tercapai.
2.      Prinsip relevansi. Implikasian adalah meluluskan agar kurikulum yang ditretapkan haru s dibentuk sedemikian rupa, memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja membutuhkan masyarakat, serta tuntunan vertikal dalam mendalami nilai-nilai Ilahi sebagai rahmatan lil ‘alamin
3.      Prinsip Efisiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan kurikulum dapat mendayagunakan waktu tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat membuahkan hasil memadai dan memenuhi harapan seorang muslim untuk menghargai waktu sebaik-baiknya.
4.      Prinsip Fleksibilitas program.inplikasinya adalah kurikulum di susun begiyu luas,sehingga mampu dusesuaikan dengan situasi setempat,waktu dan kondisi yg berkembang tanpa menguabah tujuan pendidikan yang di inginkan.
5.      Prinsip intregritas.inplikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar menghasilkan manusia seutuhnya,manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas zikir  dan fakultas fikir,serta manusia yang mampu menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat.
6.      Prinsip kontinuitas.inplikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkesinambunang dengan kegiatan-kegiatan kurikulum lainnya.
7.      Prinsip singkronnisme.inplikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama,searah,dan setujuan.
8.      Prinsip objectivitas.inplikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang objectiv.
9.      Prinsip demokkratis.inplikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus di lakukan secara demokrasi.
10.  Prinsip analisis kegiatan.prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum di konstruksikan melalui proses analisis isi bahan matapelajaran serta analisis tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
11.  Prinsip individualisasi.prinsip kurukulum yg memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan.
12.  Prinsip pendidikan seumur hidup.konsep ini di terapkan dalam kurikulum  mengingat keutuhan potensi subjec manusia sebagai subjec yang akan berkembang (tim depag RI, 1979:18).
C.       Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Syarat-syarat yang perlu diajukan dalam perumusan kurikulum, yaitu sebagai berikut:
1.      Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.      Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan Islam.
3.      Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4.      Perlunya membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan meiliki fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan-keterampilan yang riil.
5.      Penyusunan kurikulum bersifat Integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya.
6.      Materi yang disusun memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang sedang dibicarakan, dan relevan dengan tujuan negara setempat.
7.      Adanya metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan perbedaan masing-masing individu.
8.      Materi yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9.      Memperhatikan aspek-aspek sosial, misalnya Dakwah Islamiyyah.
10.  Materi yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik.
11.  Memperhatikan kepuasan pembawaan fitrah
12.  Adanya Ilmu Alat untuk mempelajari Ilmu-ilmu lain. (An-Nahlawi, 1979: 177-179 dan Asy-Syaibani, 1987: 173-186).
Sedangkan Isi Kurikulumnya sendiri, berdasarkan Keputusan Konferensi di Islamabad, Kurikulum terbagi atas dua macam, yakni:
1.      Grup Parennial (Naqliyyah). Misal: Ilmu Alqur’an (meliputi qiraat, hifzh, tafsir, sunah, sirah, tauhid, fiqh, ushul fiqh, dan sejenisnya.)
2.      Grup Acquired (Aqliyyah). Misal: Seni (kaligrafi, arsitektur, politik, sosiologi, dll.), ilmu murni (meliputi engineering dan teknologi, ilmu kedokteran, dll), Ilmu Praktik (Ilmu perdagangan, Ilmu Administrasi, Ilmu Perpustakaan). (Ali Ashraf, 1989: 116).




BAB XII
METODE PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian Metode
Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha dan hodos, metha berarti melaului atau melewati, sedangkan hodos jalan atau cara. Jadi, Metode adalah  jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
B.       Pendekatan Metode Pendidikan Islam
Berdasarkan Q.S Al-Baqarah ayat 151 dan Q.S Ali Imran ayat 104, Jalaluddin Rahmat (1979: 117-119) dan Zainal Abidin Ahmad (1979: 138-140) merumuskan pendekatan pendidikan Islam sebagai berikut:
1.      Pendekatan Tilawah (pengajaran)
2.      Pendekatan Tazkiyah (penyucian)
3.      Pendekatan Ta’limul Kitab (al-Qur’an)
4.      Pendekatan Ta’lim Al-hikmah
5.      Yu’allim kum ma lam takunu Ta’lamun
6.      Pendekatan Ishlah (perbaikan).
C.       Asas-asas Metode Pendidikan Islam
Prof. Dr. Mukhtar Yahya merumuskan empat asas umum metode pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1.      At-tawassu’ fi Al-maqashid la fi Al-‘alah.
Mengarahkan agar pembelajaran tersebut mengarah pada Ilmu yang dituju, bukan Ilmu Alatnya, misal al-Qur’an (ilmu yang dituju) dan nahwu, shorof (ilmu alat).
2.      Mura’at Al-Isti’dad wa Thab’i
Prinsip ini mengindahkan kecenderungan dan perwatakan atau pembawaan peserta didik.
3.      At-Tadarruj fi At-talqin
Prinsip ini  bermaksud memberikan pengetahuan secara berangsur-angsur/perlahan.
4.      Min Al-Mahsus ila Al-Ma’qul

D.      Beberapa Metode Pendidikan Islam
Abdurrahman An-nahlawi (1989: 283-284) mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang dipergunakan dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1.      Pendidikan dengan Hiwar  Qur’ani
2.      Pendidikan dengan kisah Qur’ani dan Nabawi
3.      Pendidikan dengan pPerumpamaan
4.      Pendidikan dengan Teladan
5.      Pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan
6.      Pendidikan dengan Ibrah dan Mau’idzah
7.      Pendidikan dengan Targhib dan Tarhib
BAB XIII
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam
Penilaian atau Evaluasi menurut Edwind Wand dan Gerald W. Brown adalah “ the act or process to determaining the value of something” (Wind, 1957:1).
Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensifdari seluruh aspek kehidupan  mental-psikologis dan spiritual-religius karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang religius, melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan Masyarakatnya. (Arifin, 1991: 238)
B.       Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam tujuan Evaluasi lebih dipentingkan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang aspek kognitif. (Nizar, 2002: 80). Penekanan inibertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besar meliputi empat hal, sebagai berikut:
1.      Sikap dan pengamalan terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya
2.      Sikap dan pengamalan terhadap hubungan pribadinya dengan masyarakatnya
3.      Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan kehidupannya dengan Alam sekitarnya
4.      Sikap dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, anggota Masyarakat, serta Khalifah Allah SWT.
Fungsi Pendidikan Islam ada empat, yaitu:
1.      Dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya.
2.      Dari segi peserta didik, evaluasi berfungsi sebagai pembantu peserta didik untuk mengembangkan atau mengubah tingkah lakunyasecara sadar ke arah yang lebih baik.
3.      Dari segi ahli pikir pendidikan Islam, evaluasi berfungsi untuk membantu para pemikir pendidikan Islam untuk mengetahui kelemahan-kelemahan teori Pendidikan Islam, dan membantu mereka dalam merumuskan kembaliteori-teori Pendidikan Islam yang Relevan dengan zaman.
4.      Dari segi politik, pengambil kebijakan pendidikan Islam (pemerintah), evaluasi berfungsi untuk membvantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam sistem pendidikan nasional (Islam).
C.       Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Prinsip yang harus dilakukan dalam Evaluasi Pendidikan Islam adalah :
1.      Evaluasi mengacu pada tujuan
2.      Evaluasi dilaksanakan secara Objektif
3.      Evaluasi harus dilakukan secara Komprehensif
4.      Evaluasi harus dilakukan secara Kontinu (terus-menerus)
D.      Jenis Evaluasi Pendidikan Islam
Jenis-jenis Evaluasi Pendidikan Islam dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1.      Evaluasi Formatif (menetapkan tingkat penguasaan materi)
2.      EvaluasiSumatif (Penilaian secara keseluruhan terhadap suatu proses belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu)
3.      Evaluasi Diagnostik (penilaian yang dipusatkan pada salah satu titik, misal: kesamaan minat dan bakat Peserta didik.
4.      Evaluasi Penempatan (placement evaluation)
Evaluasi jenis ini mentikberatkan kepada tiga hal:
a.       Ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pada saat awal belajar yang dibutuhkan oleh peserta didik.
b.      Pengetahuan peserta didik tentang tujuan pengajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.
c.       Minat dan perhatian serta corak kepribadian yang mengarah pada cara/metode belajar peserta didik tertentu. (Arifin, 1991: 245)
E.       Syarat-syarat Evaluasi Pendidikan Islam
Syarat-syarat Evaluasi Pendidikan antara lain:
1.      Validity, tes harus dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi.
2.      Reliable. Tes yang dapat menggambarkan tentang kesanggupan peserta didik sesungguhnya, tanpa adanya rekayasa.
3.      Efisiensi. Tes yang mudah dalam administrasi, penilaian, dan interpretasinya.
BAB XIV
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
A.      Pendahuluan
Prinsip berarti “asa atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak, dan sebagainya”. (Salim, 2002: 1442). Menurut Ramayulis, prinsip pendidikan dapat diartikan sebagai kebenaran yang bersifat Universal, yang dijadikan dalam perumusan perangkat pendidikan. (Ramayulis, 1994: 109)
Pendidikan sebagai suatu proses pengembangan segenap potensi peserta didik menuju kualitas manusia yang ideal, perlku direncanakan dan dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip yang benar. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: prinsip terpadu (integral) dan seimbang (Ramayulis, 1994: 109), merupakan bagian dari proses rububiyyah, membentuk manusia seutuhnya, selalu berkaitan dengan agama dan bersifat terbuka (Maksum, 1999: 28-31), menjaga perbedaan Individual (Asy-Syaibani, 1979: 443), serta berlangsung sepanjang hayat (Jalaluddin, 2001: 108).
B.       Prinsip Integral dan Seimbang
1.      Prinsip integral yang dimaksud adalah ketika sains dan agama berjalan lurus tanpa adanya ketimpangan pada salah satunya, atau bisa dibilang keduanya terintegrasi secara harmonis.
2.      Prinsip seimbang yang dimaksud adalah adanya keseimbangan antara Ilmu dan Amal, urusan hubungan Allah dengan sesama manusia, hak dan kewajiban.
C.       Prinsip Bagian dari Proses Rubbubiyah
Prinsip pendidikan Islam yang hakiki adalah yang mengarahkan peserta didiknya untuk mampu mengemban tugas yang diberikan oleh Allah kepada  manusia, yakni Khalifatullah Fil Ard.
D.      Prinsip Membentuk Manusia Seutuhnya
Prinsip ini harus direalisasikan oleh para pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik harus mampu membentuk kecerdasan Intelektual, kecerdasan Emosional, dan kecerdasan Spiritual.
E.       Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama
Prinsip ini dimaksudkan supaya peserta didik dapat mengerti bahwa menuntut Ilmu itu merupakan bagian dari agama. Proses ini, nantinya akan membawa dampak positif pada keyakinan terhadap Agamanya yang semakin kuat.
F.        Prinsip Terbuka
Prinsip ini dimaksudkan agar peserta didik bisa lebih aktif berkomunikasi denga para pendidik supaya tercipta iklim belajar yang komunikatif, yang berimplikasi pada rasa percaya diri peserta didik yang akan terus berkembang.


G.      Menjaga Perbedaan Individual
Pendidik harus mampu memahami perbedaan setiap individual, baik dari segi kemampuan intelektualnya,  cara mereka belajar, serta minat dan bakat peserta didik, dan setelah itu para pendidik harus mampu mengakomodasi perbedaan tersebut agar tak menjadikannya hambatan.
H.      Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat
Mengingat pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang ber-Akhlaqul Karimah, sedangkan pembentukan itu berlangsung pada rentan waktu yang sangat lama, bahkan sepanjang hayat, seperti pada hadist Nabi SAW “tuntutlah Ilmu dari buaian sampai liang lahat” atau orang barat mengenalnya dengan istilah Life long Education
BAB XV
KEDUDUKAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A.      Pendahuluan
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, diterangkan bahwa pengayoman ke semua bentuk, jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang ada di negeri ini. Pendidikan Agama (dengan berbagai ragamnya), menrupakan bagian Subsistem mendapat tempat yang sama. Tulisan ini dimaksudkan hanya untuk melihat posisi pendidikan Islam dalam sistem Pendidikan Nasional. Hal tersebut dapat kita lihat dari tinjauan tujuan, tinjaun metode, tinjauan peserta didik dan kurikulum serta tinjauan kelembagaan.
B.       Tinjauan Tujuan
Kompetensi-kompetensi yang harus menjadi tujuan Pendidikan Islam ialah beriman dan bertaqwa, beraqhlak mulia, mendekatkan diri kepada Allah, mencintai Agama, menegakkan kebenaran, memiliki keterampilan dan keahlian baik Sains maupun Agama. Apabila dicermati rumusan tujuan pendidikan nasional (pasal 3), maka kita akan melihat Kompetensi yang diinginkan dari prosespendidikan Nasional tersebut meliputi berkembangnya potensi peserta didik menjadi orang yang beriman dan bertaqwa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Dengan begitu, segala upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Islam berarti juga upaya untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional.
C.       Tinjauan Metode
Salah satu metode yang paling vital pada pendidikan Islam ialah metode keteladanan itu terlihat pada al-Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21, sedangkan pada Sistem Pendidikan Nasional, metode keteladanan mendapat tempat dan perhatian khusus seperti terlihat pada pasal 40 ayat (2) “pendidik dan tenaga kependidikan berrkewajiban (a)menciptakan suasana pendidikan yang bermakna (b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.”
Apabila pasal tsb. dilaksanakan secara konsisten pada tiap lembaga pendidikan, maka setiap pendidik yang menampilkan Akhlaq jelek akan mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak terkait, yang akan berdampak pada pertimbangan menonaktifkan pendidik tekait.
D.      Tinjauan Peserta Didik dan Kurikulum
Berdasarkan ketentuan pasal 12 ayat 1 poin a, semua peserta didik yang beragama Islam harus mendaptkan pendidkan dimanapun ia belajar, kendatipun secara kelembagaan ia berada diawah koordinasi yayasan non-muslim.
E.       Tinjauan Kelembagaan
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliya (MA), atau bentuk lain yang sederajat (pasal 18 ayat (3).
Kemudian satuan pendidikan nonformalterdiri atas lembaga pelatihan, kelompok belajar, dan majelis ta’lim, serta satuan pendidikan yang sejenis (pasal 26 ayat (4). Dalam hal ini, kedudukan Majelis Ta’lim juga diakui sebagai lembaga pendidikan. Pengakuan ini tentu berkonsekuensi logis dengan memberikan bantuan dana, dan perlindungan kepada lembaga pendidikan Islam nonformal.
Kemudian mengenai pendidikan keagamaandikemukakan dalam pasal 30 ayat (1) pendidikan keagamaan diselenggarak oleh pemerintah dan/atau kelmpok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) pendidikan keagamaan berfungsi untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli Ilmu agama; (3) pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal, dan informal; dan (4) pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Dari beberapa paragraf diatas, dapat dipahami bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik formal, maupun nonformal memiliki kedudukan yang kokoh dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, tidak ada pihak yang karena alasan rasionalitas, efisiensi, apalagi tidak senang, dapat menghalangi pelaksanaan pendidikanIslam. Apabila ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempersulit apalagi menghambat proses pendidikan Islam, itu berarti aksi yang tidak simpatik dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, sekaligus termasuk tindakan melawan pemerintah.
F.        Kesimpulan
Pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional yang dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian besar warga negara menempati kedudukan yang penting. Tidak bisa dipungkir bahwa hal ini merupakan nikmat Allah yang sangat besar bagi Umat Islamdi Indonesia.



  


DAFTAR PUSTAKA


Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: AMZAH).
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates